Fenomena Pernikahan Dini di Bojonegoro, Akademisi Unigoro: Kesalahan Konstruksi Sosial Masyarakat

BOJONEGORO, iNewsBojonegoro.id - Tingginya angka pernikahan dini di Kabupaten Bojonegoro menimbulkan kekhawatiran serius di kalangan akademisi dan pemerhati perlindungan anak. Salah satu kasus yang mencuat adalah pengajuan permohonan dispensasi kawin oleh seorang anak berusia 12 tahun di Pengadilan Agama (PA) setempat.
Praktisi Hukum sekaligus Pemerhati perempuan dan anak dari Fakultas Hukum Universitas Bojonegoro (Unigoro), Irma Mangar, SH., MH., mengungkapkan bahwa fenomena pernikahan dini tidak bisa dilepaskan dari pola pikir masyarakat yang keliru terhadap usia pernikahan.
“Masyarakat kita sangat menghargai pernikahan di usia muda. Bahkan, kalau ada seseorang yang belum menikah di atas usia 25 atau 30 tahun pasti akan dicibir. Ini jadi faktor utama yang mendorong terjadinya pernikahan dini di beberapa komunitas. Pernikahan dini sering dianggap sebagai solusi untuk mempertahankan kehormatan keluarga. Terutama ketika seorang remaja hamil di luar nikah,” terangnya, Rabu (13/8/25).
Irma menilai, persoalan ini tidak hanya menjadi tanggung jawab Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (P3AKB) dan Pemerintah Kabupaten Bojonegoro saja, melainkan memerlukan keterlibatan aktif dari seluruh elemen masyarakat.
“Betul faktor pergaulan, background pendidikan dan ekonomi keluarga, maupun accident hamil di luar nikah itu bisa mempengaruhi terjadinya pernikahan dini. Tapi kalau kita kembali lagi ke kasus yang terjadi di Bojonegoro, kondisi sosial dan lingkungannya juga mempengaruhi untuk melakukan perbuatan menyimpang. Makanya masyarakat berperan sebagai kontrol sosial perilaku anak di luar rumah,” tegasnya.
Dosen asal Kepulauan Aru, Maluku ini juga menekankan pentingnya peran lembaga pendidikan dalam menciptakan lingkungan yang kondusif agar pelajar terhindar dari pernikahan usia dini. Ia menyarankan agar sekolah lebih aktif dalam memperkuat pendidikan karakter dan keagamaan.
“Pihak sekolah harus menggagas itu. Artinya jika beberapa poin dijalankan maksimal, itu sangat membantu memberantas pernikahan dini. Guru dan keluarga di rumah bersama-sama mencanangkan strategi untuk menyelesaikan persoalan yang terjadi,” pungkas Irma.
Sebelumnya, Pengadilan Agama Bojonegoro mencatat sebanyak 205 permohonan dispensasi kawin (diska) hingga akhir Juni 2025. Angka ini menunjukkan bahwa praktik pernikahan usia dini masih menjadi tantangan serius yang memerlukan penanganan lintas sektor di Bojonegoro.
Editor : Dedi Mahdi