Harga Tembakau Rajang di Bojonegoro Anjlok akibat Kemarau Basah

BOJONEGORO, iNewsBojonegoro.id – Fenomena kemarau basah yang melanda wilayah Bojonegoro, Jawa Timur, mulai berdampak serius pada sektor pertanian. Salah satu yang paling terdampak adalah para petani tembakau rajang, yang kini harus menghadapi penurunan harga secara drastis akibat cuaca yang tidak menentu.
Hujan deras yang mengguyur selama dua hari berturut-turut pada 19–20 Agustus 2025 menyebabkan kualitas tembakau rajang menurun. Tembakau yang seharusnya mengering sempurna malah berubah warna menjadi kehitaman karena tingkat kelembaban udara yang tinggi.
Akibatnya, harga jual tembakau rajang kering yang sebelumnya sempat mencapai Rp45.000 per kilogram anjlok menjadi Rp35.000 per kilogram.
“Petikan pertama masih laku Rp40.000, lalu naik jadi Rp45.000 untuk petikan kedua dan ketiga karena kualitasnya bagus. Tapi setelah hujan kemarin, langsung turun. Katanya karena pabrik juga belum ambil barang,” ujar Solikhun, petani asal Desa Simorejo, Kecamatan Kanor, Senin (25/8/2025).
Tak hanya harga yang turun, hujan yang terus-menerus juga menyebabkan kerusakan lahan. Solikhun menyebut sekitar 30 persen tanaman tembakau di desanya mati akibat sawah tergenang air.
“Tanaman banyak yang mati, susah tahun ini nanam tembakau. Sejak awal musim sudah sering hujan. Ini katanya kemarau basah, saya lihat di TV,” tambahnya.
Kemarau Basah dan Dampaknya
Kemarau basah adalah fenomena cuaca di mana musim kemarau tidak sepenuhnya kering. Meskipun intensitas hujan lebih rendah dibanding musim penghujan, hujan tetap terjadi secara berkala. Kondisi ini sering kali dipengaruhi oleh perubahan pola angin, kelembaban udara tinggi, serta fenomena global seperti El Niño atau La Niña.
Selain tembakau, para petani padi di wilayah bantaran Sungai Bengawan Solo juga mulai khawatir. Mereka cemas panen raya pada akhir September hingga awal Oktober nanti akan terganggu, termasuk potensi turunnya harga gabah.
“Panen raya untuk wilayah bantaran Bengawan Solo biasanya akhir bulan sembilan sampai awal bulan sepuluh. Kami harap harga gabah tetap tinggi,” ujar Camat Kanor, Faishol Ahmadi, saat dikonfirmasi secara terpisah.
Sebelumnya, harga gabah basah sempat mencapai Rp8.000 per kilogram. Namun, dengan curah hujan yang tak menentu dan pasokan yang belum stabil, harga tersebut bisa berubah sewaktu-waktu.
Petani kini dihadapkan pada ketidakpastian cuaca dan fluktuasi harga pasar, dua hal yang menjadi tantangan besar dalam mempertahankan produktivitas dan pendapatan mereka di tengah kemarau yang tidak biasa ini.
Editor : Dedi Mahdi