SURABAYA, iNewsBojonegoro.id - Sidang perdana kasus pencabulan dengan terdakwa Moch Subchi Azal Tsani (MSAT) alias Mas Bechi diwarnai protes oleh ketua tim penasihat hukumnya, I Gede Pasek Suardika. Mantan politisi Partai Demokrat itu keberatannya sidang perdana digelar secara online dan tanpa pemberitahuan.
"Kami sesalkan kenapa harus online dan untuk apa sidang dipindahkan dari Jombang ke Surabaya. Kalau online tetap aja di Jombang kan. Kalau di Surabaya hadirkan dong biar kita kan sama-sama cari keadilan. Apakah peristiwa yang didakwakan itu fakta atau yg didakwakan itu fiktif. Kan bisa diuji," kata Pasek usai sidang di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Senin (18/7/2022).
Dia berharap agar terdakwa, korban, mau pun saksi ke depannya bisa dihadirkan dalam proses persidangan dan digelar secara offline. “Kami minta sidang digelar offline saja. Kita saja berkerumun begini tidak apa-apa, kenapa mencari keadilan tidak berani," tuturnya.
Kedua, lanjut Pasek, dirinya mengaku belum menerima Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Untuk itu, dia mengajukan permintaan BAP tersebut. "Kami juga ajukan itu. Mengapa dipersulit banget, hal-hal seperti itu kan hal dasar dalam KUHAP. Jadi mari sama-sama kita mencari keadilan materiil," katanya.
Diketahui, dalam sidang ini, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur menerjunkan n 10 JPU untuk mendakwa MSAT. Sedangkan, pihak MSAT juga menurunkan 10 penasihat hukum. "Jumlah total penasihat hukum (MSAT) nya 10 orang. Ketuanya Pak Pasek (I Gede Pasek Suardika),” ujar salah satu anggota tim penasihat hukum MSAT.
Sebelumnya, MSAT menyerakan diri ke pihak kepolisian setelah 15 jam dikepung di Pondok Pesantren Shiddiqiyyah di Desa Losari, Kecamatan Ploso, Kabupaten Jombang, Kamis (7/7/2022) malam. MSAT dibawa keluar dari pintu utama pesantren sekitar pukul 23.40 WIB.
Dalam sidang, putra KH Muhammad Mukhtar Mukthi itu didakwa pasal 285 KUHP tentang pemerkosaan dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun. Kedua 289 KUHP tentang pencabulan dengan ancaman maksimal 9 tahun. Ketiga yakni pasal 294 KUHP ayat (2) dengan ancaman hukuman 7 tahun juncto pasal 65 ayat 1 KUHP.
Editor : Prayudianto
Artikel Terkait