Bojonegoro.iNews.id - Dalam peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2025, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Jawa Timur menggugat narasi semu yang menampilkan provinsi ini seolah berhasil menjaga lingkungannya.
Meski mencatatkan Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) tertinggi di Pulau Jawa, kenyataan lapangan menunjukkan kondisi sebaliknya: krisis ekologis akut dan struktural tengah melanda.
Pradipta Indra Ariono, Manajer Advokasi WALHI Jatim, menegaskan bahwa tingginya indeks tersebut menyesatkan. “Realita di lapangan jauh dari menggembirakan. Ada masalah besar yang tidak tertangkap oleh angka,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Rabu (4/6/2025).
5 Sinyal Krisis Lingkungan di Jawa Timur
- Kekurangan Air Bersih
Jawa Timur mengalami defisit air bersih kronis. Data 2022 menunjukkan kapasitas air hanya mencukupi 15,6 juta jiwa dari total populasi lebih dari 40 juta. Rata-rata ketersediaan air hanya 17,37 meter kubik per orang per tahun—jauh dari standar ideal sebesar 51,84 meter kubik.
- Deforestasi Masif
Pada 2024, tercatat 227 hektar hutan hilang dan melepas lebih dari 166 ribu ton emisi CO₂. Deforestasi ini tidak hanya memperburuk krisis iklim, tapi juga mengancam keanekaragaman hayati.
- Bencana Iklim Berkepanjangan
Periode 2023–2024 menyaksikan banjir di 13 daerah dan kekeringan ekstrem di 27 kabupaten/kota. Akibatnya, 15.800 hektare lahan pertanian rusak dan lebih dari seribu hektare mengalami gagal panen.
- Pencemaran Lingkungan Tinggi
WALHI dan Ecoton menemukan praktik industri yang membuang limbah tanpa pengolahan di Mojokerto, Pasuruan, dan sepanjang Sungai Brantas. Kasus pertambangan ilegal pun merebak di Magetan hingga Banyuwangi. Di Bojonegoro dan Gresik, warga melaporkan pencemaran udara yang berdampak pada kesehatan dan ekonomi.
- Transisi Energi yang Gagal
Program transisi energi justru dimanfaatkan industri untuk melanggengkan energi kotor. Contoh: co-firing PLTU Paiton dengan pelet kayu, proyek PLTS di Sumenep yang merampas lahan, serta geothermal di kawasan lindung seperti Lawu, Semeru, dan Ijen yang rentan memicu bencana.
Desakan WALHI: Reformasi Tata Kelola Lingkungan
WALHI Jawa Timur menyerukan lima langkah mendesak:
1. Revisi menyeluruh RTRW untuk mencegah legalisasi kerusakan lingkungan.
2. Hentikan izin industri/tambang di wilayah rawan dan dekat pemukiman.
3. Batalkan proyek energi berbasis solusi palsu; dorong transisi energi berbasis komunitas.
4. Perkuat pengawasan dan penegakan hukum terhadap perusak lingkungan.
5. Buka ruang partisipasi publik yang bermakna dalam kebijakan lingkungan.
“Jangan Tertipu Indeks”
WALHI menegaskan bahwa tingginya indeks bukan jaminan kelestarian alam. Hari Lingkungan Hidup harus menjadi momentum refleksi, bukan selebrasi semu. “Bumi dan rakyat tidak bisa terus dikorbankan demi keuntungan segelintir pihak,” tegas Pradipta.
Editor : Arika Hutama
Artikel Terkait