Musim Hujan 2025/2026 Datang Lebih Awal, BMKG Peringatkan Potensi Bencana

Arika Hutama
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati saat memberikan keterangan pers. Foto: BMKG

JAKARTA, iNewsBojonegoro.id - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi musim hujan 2025/2026 di Indonesia akan datang lebih awal dibandingkan rata-rata klimatologis 1991–2020. 

Musim hujan diperkirakan mulai berlangsung sejak Agustus 2025 dan secara bertahap meluas ke sebagian besar wilayah Indonesia pada September hingga November 2025.

Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, dalam konferensi pers di Jakarta pada Jumat (12/9), menyatakan bahwa sebanyak 42,1% zona musim (ZOM) di Indonesia akan mengalami musim hujan lebih cepat dari biasanya. 

Musim ini diprediksi berlangsung hingga April 2026, dengan puncak hujan terjadi pada November–Desember 2025 di Sumatera dan Kalimantan, serta Januari–Februari 2026 di Jawa, Sulawesi, Maluku, dan Papua.

“Musim hujan tahun ini datang lebih awal di banyak wilayah. Ini menjadi peluang sekaligus tantangan, terutama terkait potensi bencana hidrometeorologi seperti banjir, longsor, dan angin kencang,” ujar Dwikorita.

Sebaran Awal Musim Hujan
Dari total 699 ZOM, sebanyak:

• 79 ZOM (11,3%) akan mulai musim hujan pada September 2025, termasuk sebagian wilayah Sumatera dan Papua.
• 149 ZOM (21,3%) memasuki musim hujan pada Oktober 2025, meliputi sebagian besar Jawa, Bali, dan NTB.
• 105 ZOM (15%) memulai musim hujan pada November 2025, mencakup NTT, sebagian Sulawesi, Maluku, dan Papua Barat.

Sementara itu, hanya 8% wilayah yang diperkirakan mengalami musim hujan lebih lambat dari normalnya.

Sifat Hujan: Dominan Normal, Tapi Waspadai Ekstrem BMKG mencatat bahwa:

• 69,5% wilayah diprediksi mengalami curah hujan normal.
• 27,6% wilayah, termasuk Jawa Barat, Jawa Tengah, sebagian Sulawesi, Maluku, dan Papua, berpotensi mengalami hujan di atas normal.
• 2,9% wilayah lainnya berpotensi mengalami hujan di bawah normal.

“Wilayah dengan hujan di atas normal harus lebih siap menghadapi potensi banjir, longsor, dan genangan air,” tambah Dwikorita.

Faktor Iklim Global dan Regional
Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Ardhasena Sopaheluwakan, menjelaskan bahwa kondisi netral fenomena El Niño–Southern Oscillation (ENSO) dan IOD (Indian Ocean Dipole) negatif menjadi faktor utama percepatan musim hujan.

IOD negatif dengan indeks –1,2 memicu suplai uap air tambahan dari Samudra Hindia, terutama ke wilayah barat Indonesia. Selain itu, suhu muka laut di sekitar perairan Indonesia yang lebih hangat dari normal juga memperkuat pembentukan awan hujan.

Imbauan Kesiapsiagaan di Berbagai Sektor

BMKG menekankan pentingnya langkah antisipatif di berbagai sektor:

• Pertanian: Penyesuaian kalender tanam, perbaikan sistem irigasi dan drainase, serta pemilihan varietas tanaman tahan genangan.
• Perkebunan: Pengendalian hama dan penyakit, serta penyesuaian pemupukan.
• Energi dan Waduk: Optimalisasi pengisian sejak awal musim dan penyesuaian operasi waduk.
• Kesehatan: Peningkatan kewaspadaan terhadap penyakit tropis seperti Demam Berdarah Dengue (DBD) pada puncak musim hujan.
• Kebencanaan: Edukasi masyarakat, pembersihan saluran air, dan kesiapan evakuasi, khususnya di wilayah rawan banjir dan longsor.

Dwikorita menambahkan bahwa masa transisi di NTB, NTT, Papua Selatan, dan sebagian Sumatera juga harus diwaspadai karena berpotensi memicu kebakaran hutan dan lahan.

Akses Informasi BMKG Ditingkatkan
BMKG kini telah memperluas akses informasi melalui berbagai platform, seperti aplikasi mobile, media sosial, dan kanal komunikasi dengan pemerintah daerah. 

Informasi iklim dan cuaca ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh seluruh pihak sebagai dasar pengambilan keputusan dan perencanaan yang tepat.

Editor : Dedi Mahdi

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network