BOJONEGORO, iNews.id - Masalah ketimpangan gender di Kabupaten Bojonegoro masih tinggi. Hal ini disampaikan Direktur Bojonegoro Institute, Aw Saiful Huda, dalam kegiatan Fokus Group Discussion (FGD).
Kegiatan tersebut dilakukan dalam rangka penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) Kabupaten Bojonegoro, pada Rabu (6/11/2024) lalu.
“Indeks Ketimpangan Gender (IKG) Kabupaten Bojonegoro pada tahun 202 sebesar 0,423 poin, menempati urutan tertinggi ke-12 dari 38 kabupaten/kota di Jawa Timur,” ujar Awe, panggilan akrabnya.
Awe lalu menjelaskan bahwasanya pengarusutamaan gender tidak hanya berfokus membahas perempuan saja, tetapi segala ketimpangan sosial yang ada. Termasuk ketimpangan terhadap laki-laki, anak-anak, lansia, disabilitas dan lainnya.
Ia mencontohkan, meskipun beberapa pembangunan trotoar ruas jalan perkotaan sudah ada Guiding Block (garasi pemandu), tetapi ujung jalan sangat curam, justru menyusahkan dan membahayakan bagi para penyandang disabilitas. Ini menunjukkan perlunya pengarusutamaan gender dalam pembangunan infrastruktur publik.
“Seharusnya pada saat mendesain infrastruktur publik seperti trotoar ini perlu melibatkan komunitas/kelompok penyandang disabilitas, agar hasilnya benar-benar ramah disabilitas.
Selanjutnya Awe, menyebut bahwasanya pengarusutamaan gender merupakan strategi pendekatan perencanaan, anggaran, pelaksanaan hingga monitoring dan evaluasi kegiatan program pembangunan agar peka terhadap permasalahan ketimpangan sosial berbasis gender.
Dalam pelaksanaan pengarusutamaan gender, perangkat daerah perlu melibatkan partisipasi masyarakat, terutama kelompok rentan, sehingga program kegiatan yang dirancang nantinya sesuai dengan permasalahan dan kebutuhan, khususnya kelompok rentan.
“Kami, Bojonegoro Institute sebenarnya sudah lama mendorong Perda Pengarusutamaan Gender ini, sehingga pelaksanaan pengarusutamaan gender di Kabupaten Bojonegoro semakin memiliki landasan hukum yang kuat.”
Terkait dengan draft Raperda Pengarusutamaan Gender yang dipaparkan dan dibahas dalam FGD, Awe memberikan beberapa catatan dan masukan. Pertama, perlu ada ketentuan yang mengatur peran desa dan kelurahan dalam Pengarusutamaan Gender (PUG).
“Pemerintah desa dan kelurahan, perlu dilibatkan dalam pengarusutamaan gender, mengingat desa/kelurahan memiliki peran yang sangat strategis, menjadi ujung tombak pembangunan daerah, terutama dalam memberikan pelayanan masyarakat.”
Kedua, pengintegrasian aspirasi, pengaduan dan analisis ketimpangan gender dalam perencanaan, penganggaran, pelaksanaan hingga monitoring dan evaluasi program kegiatan perangkat daerah di lingkungan Pemerintah Kabupaten Bojonegoro.
“Dokumen perencanaan dan anggaran, seperti Renja (Rencana Kerja), Rencana Kerja Anggaran (RKA) di masing-masing Perangkat Daerah sudah memuat analisis gender,” jelas Awe.
Ketiga, meningkatkan pengelolaan data terpilah gender. Pengelolaan data terpilah ini sangat penting karena menjadi dasar bagi para pemangku kebijakan dan pemangku kepentingan di daerah untuk membuat analisis ketimpangan gender, merumuskan strategi kebijakan dan menyusun program kegiatan pembangunan yang lebih responsif gender dan inklusif.
“Sebenarnya setiap program kegiatan Perangkat Daerah perlu dilampiri analisis ketimpangan gender. Karena itu ketersediaan data terpilah gender ini sangat dibutuhkan, yang harus ada dan mudah diakses setiap saat.”
Oleh karena itu, Awe menyarankan agar data terpilah gender dikelola dala platform atau sistem informasi yang mudah diakses dan dimanfaatkan oleh para pihak, terutama para pemangku kebijakan lokal daerah.
Keempat, perlunya terobosan penguatan kelembagaan PUG. Misal, membentuk Multi-Stakeholder Partnership (MSP) atau kesekretariatan Kelompok Kerja (Pokja) PUG yang melibatkan multi-stakeholder, meliputi unsur akademisi, organisasi/komunitas masyarakat sipil (NGO), pelaku usaha, jurnalis dan lainnya.
“Perlu ada kolaborasi multi pihak untuk mewujudkan pembangunan Bojonegoro yang responsif gender, inklusif ramah terhadap semua lapisan masyarakat Bojonegoro, tanpa terkecuali,” pungkas Awe.
Editor : Dedi Mahdi