Pada November 1943, Bung Karno juga pernah diundang Jepang. Perdana Menteri Tojo memberi hadiah kimono kepada Fatmawati. Bahkan saat putra pertama Bung Karno lahir (3 November 1944), yakni Guntur Soekarnoputra, Jenderal Imamura, Panglima Besar Tentara Jepang di Jawa memberi julukan Guntur Osamu, yang artinya memerintah.
Kain merah dan putih pemberian Shimizu diterima Fatmawati. Kain itu berjenis katun halus, setara jenis primissima yang biasa dipakai untuk batik tulis halus. Kain merah dan putih diperoleh dari sebuah gudang di Jalan Pintu Air, Jakarta Pusat, yang kemudian diantarkan Chaerul Basri ke Pegangsaan Timur.
Pada akhir tahun 1944 itu, Fatmawati sedang hamil tua putra pertamanya. Di ruang makan, yang berada di depan kamar tidur, Fatmawati menjahit kain merah dan putih pemberian Jepang. Dia memakai mesin jahit Singer yang digerakkan tangan, karena kakinya dilarang dokter terlalu banyak bergerak.
“Menjelang kelahiran Guntur, ketika usia kandungan telah mencukupi bulanannya, saya paksakan diri menjahit bendera Merah Putih,” kata Fatmawati seperti dikutip dari Berkibarlah Benderaku Tradisi Pengibaran Bendera Pusaka.
Karena kondisinya hamil tua, ditambah ukuran bendera yang besar, yakni 2 X 3 meter, Fatmawati tidak bisa serta merta menyelesaikan pekerjaanya. Proses penjahitan selesai dalam waktu dua hari. Selama proses berlangsung, Fatmawati beberapa kali meneteskan air mata yang jatuh ke atas kain merah putih.
Fatmawati yang saat itu berusia 22 tahun merasa terharu, mengingat perjuangan panjang meraih kemerdekaan telah mendekati hasil akhirnya. “Berulangkali saya menumpahkan air mata di atas bendera yang sedang saya jahit itu,” kata Fatmawati.
Bendera merah putih yang dijahit Fatmawati pada akhir tahun 1944 itu, pada 17 Agustus 1945 berkibar di Jalan Pegangsaan Timur 56 Jakarta mengiringi pembacaan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Dalam sejarahnya bendera pusaka itu berkibar beberapa kali di tiang yang sama.
Karena seringnya dicuci, pusaka sang saka merah putih yang berukuran besar itu (2 X 3 Meter) dalam perjalanannya kemudian mengerut, berubah menjadi ukuran 196 X 274 sentimeter.
Editor : Prayudianto