Eksperimen ini memiliki potensi yang jauh melampaui bantuan sosial (bansos) atau program-program berbasis Dana Alokasi Khusus, dana pusat (APBN), maupun Pendapatan Asli Daerah (PAD).
"Secara khusus, Bojonegoro sebagai daerah yang kaya akan sumber daya alam menjadi wilayah yang ideal untuk memulai program semacam ini," beber dia.
Tujuannya adalah memastikan manfaat dari eksploitasi sumber daya alam—baik itu migas, ekstraksi SDA lainnya, perkebunan, maupun mineral kritis—dapat dirasakan langsung oleh masyarakat sekitar tanpa melalui prosedur birokratis yang rumit.
"Kita tahu bahwa anggaran bansos sering kali mengandung biaya tambahan seperti fee administrasi, biaya operasional transfer melalui bank, hingga pengeluaran untuk monitoring dan pengawasan. Biaya-biaya ini dapat mengurangi efektivitas dana yang seharusnya diterima oleh masyarakat," sebutnya.
Bansos juga biasanya memiliki persyaratan tertentu untuk penerimanya, seperti kategori kemiskinan, yang menambah kerumitan administrasi.
Sebaliknya, Universal Basic Income seperti "Bojonegoro Klunting" atau Jaring Pengaman Semesta dirancang untuk menghilangkan hambatan birokrasi tersebut. Dana diberikan langsung kepada masyarakat tanpa beban administrasi yang besar, sehingga lebih efektif dan langsung dapat dimanfaatkan. Kepercayaan menjadi elemen penting dalam konsep ini: masyarakat diberi kebebasan penuh untuk membelanjakan dana tersebut sesuai kebutuhan mereka.
Sebagai contoh, jika dibandingkan antara program makan bergizi gratis untuk anak sekolah dan Universal Basic Income, terlihat perbedaan yang signifikan.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta
Artikel Terkait