BOJONEGORO.INEWS.ID – Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Bojonegoro (Unigoro), bersama dengan Ademos Indonesia, serta Dinas Perumahan Kawasan Permukiman, dan Cipta Karya (PKPCK) Pemkab Bojonegoro, melaksanakan monitoring dan evaluasi (monev) instalasi pemanenan air hujan (IPAH) di Desa/Kecamatan Kedungadem, Kamis (6/3/25).
Hasil dari movev tersebut, seluruh pihak memastikan alat Instalasi Panen Air HUjan (IPAH), berupa toren berkapasitas 1.200 liter sekaligus pipa filtrasinya dapat berfungsi maksimal. Bahkan, warga telah memanfaatkan air hujan yang berhasil dipanen untuk kebutuhan sehari-hari.
Ketua LPPM Unigoro, Dr. Laily Agustina R., S.Si., M.Sc., membeberkan, jika dua minggu setelah distribusi dan pemasangan alat IPAH di tiga kecamatan, pihaknya melakukan monev internal untuk mengetahui kondisinya. Hasil temuan di lapangan, ternyata ada beberapa alat yang belum berfungsi akibat kesalahan teknis.
“Ternyata setelah dua minggu IPAH masih kosong karena penerima tidak tahu kalau harus buka keran pipa filtrasinya agar air hujan masuk ke toren. Itu menyebabkan air yang sudah terfiltrasi tidak masuk. Temuan lainnya ada pondasi toren yang ambles. Akibat hujan, lalu tanahnya jadi becek, diberi rabat untuk memperkuat belum kering, lalu ambles. Sehingga kami perlu mengadakan sosialisasi terkait cara penggunaan dan maintenance alat,” jelasnya, Jumat (7/3/25).
Dr. Laily melanjutkan, jika pihaknya telah menerjunkan tim teknisi ke lapangan untuk melakukan perbaikan. Sehingga saat dimonev oleh Ademos Indonesia dan Dinas PU Cipta Karya Bojonegoro, alat IPAH seluruhnya telah berfungsi maksimal.
Air hujan yang dipanen dan difiltrasi bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan sehari-hari. Seperti mandi, mencuci, bahkan ada pula yang dikonsumsi.
“Kami telah mengambil sampel setelah air yang difiltrasi dari IPAH, lalu diuji di laboratorium. Hasilnya, kalau didasarkan pada parameter air untuk hygine sanitasi berdasarkan Permenkes Nomor 2 Tahun 2023 telah memenuhi baku mutu. Bakteri coliform-nya masih ada, tapi kadarnya masih bisa dikontrol,” ungkapnya.
“Kalau masyarakat mau memanfaatkan untuk air minum atau konsumsi, harus dimasak dulu agar aman. Bakteri coliform akan mati di suhu 60 derajat celsius, sifatnya harmless (tidak berbahaya, Red),” papar dosen ilmu lingkungan Unigoro ini.
Sementara itu, Tukul, salah satu warga penerima IPAH di Desa Kedungadem, mengucapkan terima kasih kepada Pemkab Bojonegoro, Unigoro, dan Pemkab Bojonegoro atas bantuan alat IPAH. Air hujan yang tertampung di dalam toren telah dimanfaatkan untuk berbagai keperluan rumah tangga.
“Sampun didamel masak, damel mimik, damel korah-korah, lan damel siram. Kula remen saestu. (Sudah digunakan untuk memasak, minum, mencuci piring, dan mandi. Saya merasa senang, Red),” ucapnya.
Senada dengan Tukul, Widodo yang juga penerima IPAH di Desa Kedungadem, merasa sangat terbantu dengan adanya alat IPAH. “Apalagi di desa ini tidak semua rumah memiliki saluran air dari PDAM. IPAH ini sangat dibutuhkan dan alhamdulillah dapat berfungsi baik,” timpalnya.
Unigoro memdistribusikan 25 unit alat IPAH di Kecamatan Kedungadem, Sumberjo, dan Gondang. Sebagai bentuk dukungan atas gerakan panen air hujan yang diinisiasi Bupati dan Wakil Bupati Bojonegoro, Setyo Wahono – Nurul Azizah untuk mitigasi bencana kekeringan.
Pemilihan lokasi distribusi alat karena daerah tersebut pernah mengalami bencana kekeringan. Rumah tangga penerima manfaat juga berdasarkan data mandiri masyarakat miskin daerah (Damisda).
Editor : Dedi Mahdi
Artikel Terkait