BOJONEGORO.INEWS.ID – Meski memiliki Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) terbesar kedua di Jawa Timur, Pemerintah Kabupaten Bojonegoro dinilai belum maksimal dalam menanggulangi kemiskinan. Pada tahun 2024, APBD Bojonegoro tercatat sebesar Rp8,2 triliun. Namun, jumlah penduduk miskin masih mencapai 147,33 ribu jiwa, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2024.
Penurunan angka kemiskinan di Bojonegoro masih tergolong lambat. Persentase penduduk miskin hanya turun dari 12,18 persen pada Maret 2023 menjadi 11,69 persen pada Maret 2024. Artinya, secara jumlah, penduduk miskin berkurang sekitar 5.920 jiwa. Dengan capaian tersebut, Bojonegoro menempati posisi ke-11 daerah dengan angka kemiskinan tertinggi dari 38 kabupaten/kota di Jawa Timur.
Kondisi ini kontras jika dibandingkan dengan Kabupaten Madiun yang memiliki APBD jauh lebih kecil, yakni Rp2,1 triliun pada 2024. Namun, penurunan angka kemiskinannya hampir setara. Persentase penduduk miskin di Madiun tercatat turun dari 11,04 persen menjadi 10,63 persen pada periode yang sama.
Menanggapi hal ini, Bojonegoro Institute (BI) menggelar forum kajian pembangunan daerah bertema “Membangun Kemitraan Multipihak dalam Penanggulangan Kemiskinan dan Pembangunan Daerah Berkelanjutan”, Selasa (6/5/2025). Forum ini merupakan kolaborasi dengan Ford Foundation dan difasilitasi oleh Pusat Fasilitasi Kerja Sama (Fasker) Kementerian Dalam Negeri RI.
Direktur Bojonegoro Institute, Abdul Wahid Saiful Huda, menyampaikan bahwa forum ini bertujuan membangun kemitraan multipihak antara pemerintah, masyarakat sipil, akademisi, organisasi masyarakat sipil (OMS), dan sektor swasta.
“Ini bukan sekadar forum diskusi, melainkan ruang aksi kolaboratif untuk menjawab persoalan kemiskinan dan ketimpangan di Bojonegoro,” ungkap pria yang akrab disapa AW, Selasa (6/5/2025).
Menurutnya, kantong-kantong kemiskinan di Bojonegoro banyak ditemukan di wilayah pedesaan yang bergantung pada sektor sumber daya alam. Ketergantungan ini membuat masyarakat rentan terhadap krisis iklim, kerusakan lingkungan, dan bencana alam.
AW juga menyoroti rendahnya kualitas pembangunan manusia di Bojonegoro. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) pada 2024 tercatat 70,85—menempatkan Bojonegoro di urutan ke-13 terendah di Jawa Timur. Ia menambahkan, pernikahan anak masih menjadi salah satu penyebab struktural kemiskinan di daerah tersebut.
“Kami menargetkan lahirnya kesepahaman lintas sektor dalam penanganan pengaduan publik dan terbentuknya model kemitraan multipihak yang konkret. Harapannya, pembangunan di desa-desa bisa lebih inklusif dan tepat sasaran,” ujar AW.
Sementara itu, Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Kabupaten Bojonegoro, Heri Widodo, mengatakan bahwa Pemkab terbuka untuk kolaborasi dengan berbagai pihak dalam menyusun arah pembangunan.
“Kami sangat terbuka terhadap masukan, termasuk melalui forum-forum seperti ini. Pemkab juga telah meluncurkan program ‘Sapa Bupati’ yang memungkinkan warga menyampaikan keluhan langsung kepada Bupati, baik di pendapa maupun desa-desa,” katanya.
Forum ini dihadiri oleh perwakilan dari Dinas Sosial, Dinas Kominfo, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), organisasi masyarakat sipil, dan perguruan tinggi di Kabupaten Bojonegoro.
Editor : Dedi Mahdi
Artikel Terkait