BOJONEGORO.INEWS.ID – Tuntutan ringan yang diberikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Bojonegoro terhadap para terdakwa kasus korupsi pengadaan mobil siaga desa menuai sorotan dari berbagai kalangan, termasuk akademisi.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Gresik, Muhammad Rokib, menilai bahwa tuntutan hukuman selama satu tahun terhadap para terdakwa yang terbukti melakukan tindak pidana korupsi tidak mencerminkan upaya serius dalam pemberantasan korupsi.
“Jaksa hanya menuntut 1 tahun 6 bulan penjara, padahal dalam undang-undang ancamannya bisa sampai 20 tahun. Ini tuntutan yang minimalis. Tidak sebanding dengan bobot pelanggarannya,” ujar Rokib, Sabtu (10/5/2025).
Rokib, yang juga mantan jurnalis media nasional, menegaskan bahwa tuntutan ringan seperti itu berisiko menjadi preseden buruk dalam penanganan kasus korupsi di masa depan. Menurutnya, hal tersebut tak cukup memberikan efek jera bagi pelaku maupun calon pelaku tindak pidana korupsi.
“Itu tidak baik dan tidak memenuhi rasa keadilan. Tuntutan yang terlalu ringan menunjukkan bahwa semangat pemberantasan korupsi tidak ditegakkan secara maksimal,” lanjutnya.
Lebih lanjut, ia menyoroti pertimbangan jaksa yang menjadikan pengembalian kerugian negara oleh terdakwa sebagai alasan untuk meringankan tuntutan. Rokib mengingatkan bahwa pengembalian kerugian negara tidak serta-merta menghapus tindak pidana yang telah terjadi.
“Memang sekarang ini orientasinya pada kerugian negara. Kalau tidak ada kerugian negara, bisa dianggap maladministrasi atau penyalahgunaan wewenang. Tapi jika sudah jelas ada kerugian dan pelanggaran hukum, maka semestinya tetap diberikan hukuman maksimal untuk memberikan efek jera,” tegasnya.
Diberitakan sebelumnya, Kasus korupsi pengadaan 386 unit mobil siaga yang sempat menghebohkan publik Bojonegoro kini memasuki babak akhir. Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Bojonegoro resmi membacakan tuntutan terhadap lima terdakwa dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya, Kamis (8/5/2025) sore.
JPU Tarjono menuntut empat terdakwa, yakni Syafa’atul Hidayah, Indra Kusbianto, Ivonne, dan Anam Warsito, dengan pidana penjara selama 1 tahun 6 bulan. Sementara satu terdakwa lainnya, Heny Sri Setyaningrum, dituntut lebih tinggi dengan hukuman penjara 2 tahun 6 bulan.
Kelima terdakwa juga dituntut membayar denda masing-masing sebesar Rp50 juta. Apabila tidak mampu membayar, maka mereka wajib menggantinya dengan pidana tambahan selama tiga bulan penjara.
Dalam tuntutannya, JPU menggunakan dasar hukum Pasal 3 junto Pasal 18 ayat 1 huruf b Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto Pasal 55 KUHP. Pasal ini mengatur ancaman pidana minimal 1 tahun dan maksimal 20 tahun penjara, dan denda minimal Rp50 juta maksimal Rp1 miliar, sehingga tuntutan JPU dinilai mendekati batas minimal.
Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasipidsus) Kejari Bojonegoro, Aditia Sulaiman, membeberkan alasan JPU melakukan penuntutan kepada masing-masing terdakwa. Menurutnya, karena kelima terdakwa telah mengembalikan kerugian negara.
“Para terdakwa bersedia mengembalikan cashback dari pengadaan mobil siaga yang sebelumnya tidak diakui dan tidak dikembalikan oleh sejumlah kepala desa,” ungkap Aditia saat dikonfirmasi, Jumat (9/5/2025).
Meski begitu, pihak Kejari Bojonegoro belum memberikan keterangan lebih lanjut terkait langkah hukum selanjutnya. “Kami masih menunggu putusan akhir dari persidangan. Hasilnya nanti akan menjadi bahan evaluasi kami,” tutup Aditia.
Padahal, sebelumnya penyidik menjerat para tersangka dengan Pasal 1 dan 2, serta Pasal 5 dan 11 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Hal tersebut disampaikan oleh Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasipidsus) Kejari Bojonegoro, Aditia Sulaeman, saat melakukan penahanan terhadap para tersangka pada Agustus 2024 lalu.
Editor : Arika Hutama
Artikel Terkait