BOJONEGORO, iNewsBojonegoro.id – Memasuki musim tanam padi akhir tahun, para petani di Kabupaten Bojonegoro menghadapi persoalan klasik: minimnya buruh tani untuk proses tanam.
Kondisi ini membuat banyak petani terpaksa mengantre hingga lebih dari satu minggu untuk mendapatkan jasa buruh tanam.
Nur Hadi, petani asal Kecamatan Kanor, mengaku kesulitan mencari tenaga kerja untuk mempercepat proses penanaman.
Menurutnya, antrean panjang sudah terjadi hampir setiap tahun karena jumlah buruh yang tersedia tidak sebanding dengan luas sawah yang harus digarap.
“Saya sudah antre lebih dari seminggu. Banyak petani lain juga menunggu. Buruhnya terbatas, jadi harus sabar nunggu giliran,” ujarnya, Sabtu (15/11).
Minimnya buruh membuat sebagian petani akhirnya mendatangkan tenaga dari luar daerah, seperti Tuban dan Lamongan. Padahal, rata-rata upah buruh tani harian di wilayah tersebut mencapai Rp100 ribu per hari.
Meski sektor pertanian mulai memasuki era mekanisasi, proses tanam padi di sejumlah desa di Kanor masih mengandalkan metode manual.
Nur Hadi mengatakan sebagian besar petani belum mengenal atau terbiasa menggunakan alat tanam modern.
“Di sini belum ada yang pakai alat modern. Banyak yang belum tahu cara kerjanya, dan kami terbiasa pakai tenaga manusia. Akhirnya kalau buruhnya kurang, ya terpaksa nunggu lama,” tuturnya.
Di tengah kesulitan mencari tenaga kerja, ada sedikit kabar baik bagi petani: harga pupuk mulai turun.
Hal ini dinilai dapat membantu meringankan biaya produksi pada musim tanam tahun ini.
Para petani berharap pemerintah turun tangan memberi solusi terkait minimnya tenaga kerja, termasuk memperkenalkan teknologi tanam padi yang lebih mudah digunakan agar kendala serupa tidak kembali terulang di musim berikutnya.
Editor : Arika Hutama
Artikel Terkait
