BOJONEGORO, iNews.id – Organisasi masyarakat sipil Bojonegoro Istitute (BI), mendorong Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bojonegoro untuk segera mewujudkan pembentukan Dana Abadi.
Hal itu dilakukan menyusul telah terbitnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 64 Tahun 2024 tentang Tata Cara Pembentukan dan Pengelolaan Dana Abadi Daerah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 15 Tahun 2024 tentang Penyusunan APBD.
Direktur Bojonegoro Institute (BI), Aw Saiful Huda menjelaskan, dengan terbitnya PKM 64/2024 dan Permendagri 15/2024 maka Pemerintah Daerah (Pemda) Bojonegoro dapat melanjutkan kembali pembahasan Raperda Dana Abadi Kabupaten Bojonegoro.
“Selama ini kendala pembentukan Dana Abadi Bojonegoro karena belum ada PMK dan Permendagri. Nah, sekarang keduanya sudah terbit, maka Pemda Bojonegoro bisa melanjutkan kembali pembahasan. Tentunya harus lebih partisipatif, dengan melibatkan multipihak,” ujarnya, jumat (11/10/2024).
Menurut Awe, sapaan akrabya, inisiatif pembentukan dana abadi Kabupaten Bojonegoro ini muncul dari kesadaran sumber daya alam (SDA) migas yang melimpah yang dimiliki Bojonegoro, bersifat non-renewable (tak terbarukan) Jika diproduksi terus menerus pasti akan habis.
Karena itu perlu ada terobosan kebijakan pengelolaan pendapatan migas yang berkelanjutan, dan berkeadilan untuk lintasgenerasi Bojonegoro. Jangan sampai generasi Bojonegoro yang akan datang nanti hanya mewarisi cerita dan puing-puing masa kejayaan industri migas di daerah.
“Rencana pembentukan dana abadi migas, cukup kontroversi. Karena praktik dana abadi migas belum dikenal di Indonesia. Khususnya di level daerah. Meskipun secara global, sudah banyak negara maupun sub-national atau daerah yang membentuk dana kedaulatan sumber daya alam atau dana abadi SDA ini,” tambahnya.
Karenanya ia menilai, dengan lahirnya UU HKPD 1/2022 dan PP 1/2024 lalu diperkuat lagi PMK 64/2024 dan Permendagri 15/2024 maka dasar hukum pembentukan dana abadi semakin kuat. Apalagi dari aspek kapasitas fiskal, Bojonegoro cukup layak dan memenuhi persyaratan membentu Dana Abadi Daerah.
Terkait dengan Rancangan Perda Dana Abadi Bojonegoro, Awe pun memberikan beberapa catatan dan masukan. Pertama, aspek keterbukaan, transparansi dan akuntabilitas peneglolaan Dana Abadi.
Dalam Raperga perlu memuat mekanisme keterbukaan, transparansi pengelolaan Dana Abadi. Misal perlu adanya ketentuan untuk mempublikasikan laporan hasil audit kinerja pengelolaan dana abadi, memberikan informasi rinci mengenai jenis dan penempatan investasi, nilai keuntungan investasi, mekanisme penarikan keuntungan dan pemanfaatannya.
“Mekanisme transparansi dan akuntabilitas, termasuk penyediaan sistem informasi pengelolaan dana abadi yang bisa diakses publik secara realtime, menurut saya perlu dimasukkan dalam Raperda, agar nantinya publik dapat ikut mengawasi.”
Kedua, mekanisme jenis investasi yang dipilih, penempatan investasi serta penarikan keuntungan investasi perlu diatur dalam Raperda. Misal untuk pemilihan jenis investasi dan penempatannya harus aman dan beresiko rendah, berdasarkan hasil kajian penasihat investasi yang benar-benar ahli.
“Perlu ada ketentuan yang melarang investasi berisiko tinggi; menggunakan sebagian atau seluruh aset pundi-pundi itu sebagai jaminan utang pemerintah dan lainnya. Berbagai larangan investasi beresiko tinggi harus didefinisikan dengan baik dan ditegakkan melalui aturan-aturan yang tertulis,”
Ketiga, membangun kelembagaan pengelola Dana Abadi yang kredibel, professional dan berintegritas;. Bentuk kelembagaan, pembagian tanggungjawab dan kewenangan perlu dirumuskan dengan jelas. Misal membentuk penasehat investasi, mengatur dan menetapkan operasional harian, membuat dan menegakkan standar-standar etika dan dan larangan konflik kepentingan dalam pengelolaan Dana Abadi.
Keempat, akuntabilitas penggunaan hasil keuntungan pengelolaan dana abadi. Jika tidak masuk dalam Raperda maka perlu ada amanat untuk mengatur akuntabilitas mekanisme pemanfaatan pengelolaan dana abadi dalam Peraturan Bupati. Misal jika dana abadi digunakan untuk bantuan beasiswa perkuliahan, maka mekanisme penyaluran beasiswa harus diatur dengan jelas, terbuka dan inklusif.
“Perlu ada afirmasi beasiswa untuk disabilitas. Jenis beasiswa perkuliahan terlebih dahulu juga perlu diprioritaskan untuk kebutuhan strategis daerah, seperti kedokteran, pertanian, lingkungan, industri, seni budaya dan lainnya,” pungkas Awe.
Editor : Arika Hutama