Soroti Dugaan Keracunan Massal MBG, Akademisi Unigoro: Wali Murid Bisa Tuntut SPPG

BOJONEGORO, iNewsBojonegoro.id - Kasus keracunan massal program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Kecamatan Kedungadem, Bojonegoro, menuai sorotan tajam dari kalangan akademisi Universitas Bojonegoro (Unigoro).
Mereka menilai, insiden yang menimpa 599 siswa pada 1–2 Oktober 2025 mencerminkan adanya kegagalan sistemik dalam pelaksanaan program prioritas nasional tersebut.
Rektor Unigoro, Dr. Tri Astuti Handayani, SH., MM., M.Hum., menegaskan bahwa orang tua korban keracunan memiliki dasar hukum untuk melapor ke pihak kepolisian maupun menggugat secara perdata terhadap Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).
“Unsur tindak pidananya adalah jika terbukti bahwa keracunan disebabkan oleh kelalaian SPPG. Secara perdata, orang tua dapat menuntut ganti rugi, mulai dari biaya pengobatan hingga pemulihan trauma. Namun semua itu harus didukung bukti kuat, seperti kondisi makanan, laporan medis, dan keterangan saksi,” paparnya.
Implikasi Ekonomi: Dari Investasi Gizi Menjadi Beban Kesehatan
Dekan Fakultas Ekonomi Unigoro, Endang, SE., MM., menilai insiden tersebut membawa dampak ekonomi serius yang bertolak belakang dengan tujuan awal MBG.
Program yang seharusnya menjadi investasi jangka panjang pengembangan SDM, justru memunculkan biaya kesehatan mendadak yang membebani anggaran daerah.
“Terjadi pergeseran investasi gizi menjadi pengeluaran tak terduga. Biaya kesehatan publik untuk menangani ratusan korban berpotensi menyerap alokasi anggaran preventif lainnya,” terangnya.
Pengawasan Lemah: Pemkab Wajib Perketat Monev
Dekan FISIP Unigoro, Dr. Ahmad Taufiq, S.Hi., M.Si., menekankan bahwa Pemkab Bojonegoro memiliki kewajiban memastikan kualitas program MBG sesuai tujuan awalnya. Menurutnya, dibutuhkan monitoring dan evaluasi (monev) berkala, pengawasan kolaboratif dengan masyarakat sipil, serta sanksi tegas bagi penyedia makanan yang lalai.
“Pengawasan harus melibatkan perguruan tinggi dan organisasi masyarakat agar kasus serupa tidak terulang,” ujarnya.
Faktor Lingkungan & Risiko Kontaminasi
Dosen Ilmu Lingkungan Unigoro, Dr. Laily Agustina R., S.Si., M.Si., mengungkap faktor lingkungan turut berperan. Ia menjelaskan bahwa sanitasi yang buruk dan kesalahan dalam penyimpanan makanan dapat menyebabkan kontaminasi bakteri patogen seperti E. coli, Salmonella, dan Staphylococcus aureus.
“Makanan yang ditutup saat masih panas lalu dibiarkan pada suhu 4–60°C sangat ideal untuk pertumbuhan bakteri penyebab keracunan,” jelasnya.
Dampak Psikologis: Hilangnya Kepercayaan Publik
Dosen Psikologi Unigoro, Rio Candra Pratama, S.Psi., M.Psi., Psikolog, menambahkan, insiden ini juga memicu dampak psikologis bagi siswa dan orang tua, seperti kecemasan berlebihan, hilangnya kepercayaan terhadap sekolah dan pemerintah, serta peningkatan kewaspadaan.
“Restorasi kepercayaan publik harus dilakukan dengan pengakuan kesalahan dan komitmen perbaikan nyata dari SPPG,” tegas Rio.
Editor : Dedi Mahdi