get app
inews
Aa Text
Read Next : Jelang Hari Buruh, Akademisi Unigoro Soroti Praktik Penahanan Ijazah Karyawan

Marsinah Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional: Suara Buruh yang Tak Pernah Padam

Minggu, 26 Oktober 2025 | 06:43 WIB
header img
Makam Marsinah di Nganjuk, saat didatangi para buruh untuk berziarah. Foto: Istimewa

JAKARTA, iNewsBojonegoro.id - Tiga dekade setelah gugurnya Marsinah, buruh perempuan yang tewas tragis pada 1993, pemerintah kini resmi mengusulkan namanya sebagai Pahlawan Nasional. Kementerian Sosial (Kemensos) memasukkan Marsinah ke dalam daftar 40 tokoh yang dinilai layak menerima gelar kehormatan tersebut menjelang peringatan Hari Pahlawan 2025.

Langkah ini mendapat dukungan luas dari berbagai kalangan, termasuk Presiden Prabowo Subianto, yang secara terbuka menyatakan dukungannya pada peringatan Hari Buruh tahun ini.

Pengusulan tersebut disertai seminar nasional bertajuk “Marsinah: Perjuangan, Kemanusiaan, dan Pengakuan Negara” yang digelar di Front One Ratu Hotel, Nganjuk, Jumat (10/10/2025). Kegiatan itu menghadirkan Menteri Sosial Saifullah Yusuf (Gus Ipul) sebagai pembicara utama, didampingi Wamen Sosial Agus Jabo Priyono, Wakil Bupati Nganjuk Trihandy Cahyo Saputro, keluarga Marsinah, serta berbagai elemen masyarakat sipil.

“Hari ini kita memahami lebih jauh perjuangan Marsinah. Ia bukan pejabat, bukan pemimpin partai. Ia hanya seorang buruh muda dari Desa Nglundo, tapi keberaniannya mengguncang nurani kita hingga hari ini,” ujar Gus Ipul di hadapan peserta seminar.

Gus Ipul menekankan, perjuangan Marsinah tidak hanya menjadi catatan sejarah kelam masa Orde Baru, tetapi juga refleksi nilai kemanusiaan dan keadilan sosial.

“Marsinah tidak berjuang untuk dirinya sendiri. Ia berjuang untuk hak orang banyak—untuk rezeki yang layak, martabat buruh, dan rasa keadilan yang sederhana,” katanya.

Simbol Keberanian dari Kalangan Biasa

Marsinah lahir di Nganjuk, 10 April 1969, dari keluarga petani miskin. Ia bekerja di pabrik jam tangan di Porong, Sidoarjo, dan aktif di Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI). Pada Mei 1993, saat berusia 24 tahun, ia memimpin aksi mogok kerja menuntut kenaikan upah dan tunjangan.

Aksi damai itu berujung tragis. Marsinah diculik pada 8 Mei 1993 dan ditemukan tewas empat hari kemudian di hutan Wilangan, Nganjuk, dengan luka berat dan tanda-tanda penyiksaan. Meski sembilan orang sempat diadili, Mahkamah Agung membatalkan vonis mereka pada 1995 karena bukti dinilai tidak cukup. Hingga kini, pelaku sebenarnya tak pernah diadili.

Bagi banyak kalangan, Marsinah menjadi simbol perlawanan terhadap ketidakadilan dan pelanggaran HAM berat di masa Orde Baru.

“Marsinah adalah simbol tentang apa artinya menjadi manusia Indonesia seutuhnya—berani berkata benar bahkan ketika dunia memilih diam,” ujar Gus Ipul.

Ia menambahkan, perjuangan Marsinah mencerminkan nilai-nilai Pancasila, khususnya sila kedua, “Kemanusiaan yang adil dan beradab.”

“Marsinah tidak membawa senjata. Ia membawa hati yang jujur,” tambahnya.

Kemensos menegaskan, pengusulan Marsinah bukan sekadar penghormatan simbolik, tetapi bentuk penegakan martabat bangsa dan pengakuan terhadap keberanian moral rakyat kecil.

Proses pengusulan kini menunggu hasil verifikasi Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan, sebelum diputuskan oleh Presiden.

“Mengusulkan Marsinah sebagai Pahlawan Nasional bukan sekadar mengenang, tetapi menyalakan kembali api kejujuran, solidaritas, dan keberanian sosial yang pernah ia nyalakan,” tutup Gus Ipul.

Editor : Arika Hutama

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut