Dirancang sejak 2012, Dana Abadi Bojonegoro Kembali Gagal Terealisasi Tahun Ini
BOJONEGORO, iNewsBojonegoro.id – Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Dana Abadi Bojonegoro kembali tertunda. Ketua DPRD Bojonegoro, Abdulloh Umar, menyatakan bahwa Raperda tersebut belum dapat ditetapkan karena masih menunggu rekomendasi dari Kementerian Keuangan.
Penetapan kini dijadwalkan ulang dan baru akan diputuskan sebelum pengesahan RAPBD 2026.
“Kita jadwalkan penetapannya sebelum penetapan RAPBD 2026, tepatnya 26 November 2026,” ujar Umar.
Umar menegaskan bahwa Dana Abadi merupakan instrumen penting untuk memastikan hasil Sumber Daya Alam (SDA) Bojonegoro tidak hanya dinikmati saat ini, tetapi juga menjadi investasi jangka panjang bagi generasi mendatang.
Karena itu, ia menilai keberadaan Dana Abadi harus segera direalisasikan.
Pendapatan Migas Turun, Bojonegoro Menghadapi Guncangan Fiskal
Penundaan Raperda ini terjadi di tengah kondisi fiskal Bojonegoro yang tengah tertekan akibat pemangkasan dana transfer pemerintah pusat.
Pemotongan tersebut memicu guncangan fiskal, terutama bagi daerah penghasil migas yang sangat bergantung pada Dana Bagi Hasil (DBH) migas.
Direktur Bojonegoro Institute, Aw Saiful Huda, menyebut ketergantungan Bojonegoro pada pendapatan transfer pusat menunjukkan betapa rentannya struktur fiskal daerah tersebut.
“Selama ini Bojonegoro sangat dimanjakan dengan pendapatan migas yang cukup besar, yang mungkin tidak pernah dibayangkan akan tiba-tiba turun drastis,” ujarnya.
Awe, sapaanya mengingatkan bahwa situasi seperti ini sudah diprediksi sejak lama. Pada 2014–2015, Bojonegoro pernah mengalami gagal bayar proyek akibat penerimaan DBH migas yang merosot jauh dari target.
Ia menilai bahwa tanpa strategi jangka panjang, Bojonegoro akan terus berada dalam lingkar ketergantungan yang berisiko tinggi terhadap fluktuasi migas.
Dana Abadi Dinilai Jadi Solusi Strategis Jangka Panjang
Pria gondrong ini mendorong percepatan pembentukan Dana Abadi sebagai langkah untuk menjaga kemandirian dan keberlanjutan fiskal daerah. Dana tersebut dapat berfungsi sebagai buffer ketika pendapatan migas anjlok.
“Dana Abadi memang disiapkan untuk digunakan saat terjadi krisis finansial, seperti saat pendapatan migas daerah turun,” jelasnya.
Ia juga meminta pemerintah daerah memperkuat komunikasi dengan pemerintah pusat agar izin pembentukan Dana Abadi dapat segera diterbitkan.
Menurutnya, rancangan pembentukan Dana Abadi telah diinisiasi sejak 2012, namun belum juga terealisasi karena berbagai kendala administratif.
Awe menambahkan bahwa setelah Perda ditetapkan, masih perlu disiapkan aturan teknis seperti pembentukan kelembagaan pengelola, mekanisme transparansi dan akuntabilitas, serta prosedur penambahan pokok Dana Abadi.
Ia juga menilai pentingnya pengarusutamaan ekologi dalam penggunaan Dana Abadi, khususnya di bidang pendidikan, termasuk dukungan beasiswa untuk jurusan lingkungan, pertanian, hingga energi baru terbarukan.
Editor : Arika Hutama