Bojonegoro, iNewsBojonegoro.id– Suhu dingin yang belakangan ini dirasakan masyarakat di berbagai wilayah Indonesia, termasuk Kabupaten Bojonegoro, kerap dikaitkan dengan fenomena astronomi Aphelion. Namun, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menegaskan bahwa hawa dingin tersebut tidak disebabkan oleh Aphelion, melainkan oleh Monsun Australia, yaitu hembusan udara kering dari Benua Australia yang menjadi bagian dari siklus musiman tahunan.
Penjelasan ini disampaikan oleh Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Ardhasena Sopaheluwakan, dalam konferensi pers virtual pada Senin (7/7/2025) lalu. Ia menjelaskan bahwa fenomena Aphelion memang terjadi setiap tahun, yakni ketika posisi Bumi berada pada titik terjauh dari Matahari dalam orbitnya. Namun, karena merupakan peristiwa global, seharusnya dampaknya bersifat menyeluruh di seluruh dunia, bukan hanya dirasakan di wilayah tertentu seperti Pulau Jawa.
“Kalau suhu dingin disebabkan oleh Aphelion, maka seluruh belahan dunia seharusnya merasakannya. Faktanya, suhu dingin ini lebih terasa di wilayah selatan khatulistiwa, terutama di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat,” ungkap Ardhasena.
Udara Kering Penyebab Malam Lebih Dingin
Menurut Ardhasena, suhu dingin yang dirasakan saat ini lebih berkaitan dengan pengaruh Monsun Australia yang memiliki karakteristik udara kering. Udara kering tersebut menyebabkan malam hari terasa lebih dingin dan siang hari terasa tidak terlalu panas dibandingkan bulan-bulan lain yang memiliki kelembapan udara lebih tinggi.
Di masyarakat Jawa, fenomena seperti ini dikenal dengan istilah “mbediding”, yaitu kondisi udara yang sangat dingin pada malam hari selama musim kemarau.
“Ini adalah pola musiman yang terjadi setiap tahun. Jadi, tidak ada hubungan sebab-akibat langsung antara Aphelion dan suhu dingin. Ini hanya kebetulan waktunya bersamaan,” tegasnya.
BMKG mengimbau masyarakat untuk tidak khawatir secara berlebihan dan tetap menjaga kondisi tubuh selama perubahan suhu ekstrem, khususnya pada malam hari yang lebih dingin dari biasanya.
Editor : Arika Hutama
Artikel Terkait