JOMBANG, iNewsBojonegoro.id - Suasana teduh menyelimuti kompleks Pesantren Tebuireng, Jombang, Sabtu (6/12/2025) siang, ketika para kiai sepuh berkumpul untuk membahas dinamika terbaru yang terjadi di tubuh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).
Pertemuan yang diinisiasi dr Umar Wahid, cucu pendiri NU, KH Hasyim Asy’ari itu menjadi ruang bagi para ulama senior memberi pandangan atas situasi organisasi.
Dalam forum tersebut, Prof Mohammad Nuh yang hadir mewakili Rais Aam PBNU KH Miftachul Achyar menegaskan bahwa keputusan Rais Aam untuk memberhentikan KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) dari jabatan Ketua Umum PBNU bersifat final dan hingga kini tidak ada tanda pencabutan.
“Sampai saat ini tidak ada pencabutan. Keputusan Syuriah adalah supremasi dalam struktur PBNU, dan keputusan yang sudah diambil itu sifatnya final,” ujar Prof Nuh.
Ia menjelaskan, Rais Aam berhalangan hadir karena menghadiri haul di Lasem, Jawa Tengah. Namun mandat yang diberikan tetap jelas: keputusan Syuriah PBNU telah ditetapkan dan berlaku sebagaimana mestinya.
Prof Nuh juga mengungkapkan bahwa PBNU akan menggelar rapat pleno pada Selasa, 9 Desember 2025, untuk menetapkan pejabat (PJ) Ketua Umum yang baru menggantikan Gus Yahya.
Menanggapi isu adanya upaya islah, Prof Nuh menegaskan bahwa persoalan yang terjadi bukan konflik personal. Menurutnya, terdapat tindakan yang dinilai keliru dalam organisasi sehingga harus disertai konsekuensi.
“Ini bukan konflik individu. Ada kesalahan, dan setiap kesalahan ada konsekuensinya. Dari situlah sanksi diberikan, termasuk pemberhentian,” jelas mantan Menteri Pendidikan Nasional itu.
Meski demikian, ia menegaskan bahwa masukan dari para kiai sepuh tetap dibuka seluas-luasnya. Para ulama tersebut berasal dari berbagai pesantren besar yang selama ini menjadi rujukan moral dan tradisi keilmuan NU.
“Kalau ada peluang sekecil apa pun untuk kebaikan NU, tentu akan kita cari bersama,” tambahnya.
Editor : Arika Hutama
Artikel Terkait
