Benny langsung berfikir perselisihan harus segera dihentikan. Sebab jika tidak, akan semakin meluas. Dari RSPAD ia berjalan menuju asrama Kwini.
Di pos jaga Kwini, terlihat puluhan anggota KKO berseragam Resimen Cakrabirawa dengan bersenjata lengkap. Mereka dalam posisi bersiap-siap mempertahankan asramanya.
Benny dengan mudah masuk ke dalam asrama KKO Cakrabirawa, karena sebagian anggota KKO yang direkrut Cakrabirawa adalah bekas anak buahnya di Irian Barat. Ia bertemu perwira KKO, Mayor Saminu, yang kebetulan kenalan lamanya dan sekaligus sama-sama berasal dari Solo.
Benny meminta Saminu menjaga pasukannya agar jangan sampai keluar asrama. Sebaliknya ia akan mengendalikan anggota RPKAD yang dikabarkan hendak melakukan penyerangan. Saminu setuju. Celakanya, di saat yang sama, menyebar isu di kalangan anak buahnya, Benny yang datang ke asrama Kwini tengah ditangkap KKO.
Mendengar kabar itu anggota RPKAD langsung menduduki asrama perawat puteri RSPAD yang berlokasi persis di samping Kwini. “Dari lantai atas asrama perawat tersebut, sepucuk bazooka siap ditembakkan, tepat mengarah ke dalam asrama KKO”. Saat bersiap menembak itu, anggota RPKAD melihat Benny melenggang keluar meninggalkan Kwini.
Benny langsung memerintahkan semua anggota RPKAD kembali ke markas mereka di Cinjantung. Sejumlah anggota yang terlihat masih ragu, didorongnya segera naik kendaraan. Insiden baku hantam antara anggota RPKAD dan KKO Cakrabirawa dan nyaris meluas menjadi pertempuran itu memang berhasil dihentikan.
Namun kabar itu sampai juga ke telinga Bung Karno, dan membuat sang Proklamator itu marah. Pertikaian antara anggota RPKAD dengan KKO Cakrabirawa bisa dihentikan setelah para pimpinan pasukan, yakni Benny Moerdani, Mayor Saminu dan Komandan Resimen Cakrabirawa Kolonel CPM Moh Sabur bertemu di Markas Garnizun Jakarta.
Editor : Prayudianto