Kenaikan PBB di Bojonegoro Dilakukan Saat Dipimpin Pj Bupati Adriyanto

BOJONEGORO, iNewsBojonegoro.id – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bojonegoro resmi menaikkan tarif Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) mulai awal tahun 2025. Kenaikan ini berlaku khusus untuk lahan pertanian dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) di bawah Rp27.000 per meter persegi, dengan penyesuaian tarif mencapai 35 persen.
Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Bojonegoro, Yusnita Liasari, mengungkapkan bahwa kebijakan ini mulai diberlakukan saat Bojonegoro masih dipimpin oleh Penjabat (Pj) Bupati Adriyanto. Ia sendiri baru menjabat sebagai Kepala Bapenda pada Maret 2025.
“Kenaikan ini sudah berjalan saat kami masuk. Dasarnya adalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, yang mengatur restrukturisasi pajak daerah, termasuk PBB-P2 untuk lahan pertanian dan peternakan. Selain itu juga mengacu pada Perda Nomor 5 Tahun 2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah,” jelas Yusnita, Jumat (15/8).
Meski begitu, Yusnita menegaskan bahwa tidak semua objek pajak mengalami kenaikan.
“Untuk tahun 2024 ke 2025 ada penyesuaian NJOP satu kelas. Itu hanya untuk lahan pertanian yang masih di bawah Rp27.000 per meter persegi dan nominal PBB di atas Rp20.000. Jadi tidak semua objek naik 35 persen,” tambahnya.
Kebijakan ini mendapat perhatian dari kalangan akademisi. Muhammad Rokib, dosen Hukum Administrasi Negara di Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Gresik, menilai kebijakan kenaikan PBB semestinya tetap memperhatikan asas umum pemerintahan yang baik.
"Asas itu diantaranya transparansi, keterbukaan. Misalnya kenaikan pajak 35 persen, sebelumnya tidak disosialisasikan ke masyarakat, ya itu bisa jadi bertentangan dengan asas umum pemerintahan yang baik," ujar Rokib, yang berasal dari Desa Wedi, Kecamatan Kapas, Kabupaten Bojonegoro.
Isu kenaikan PBB menjadi perhatian publik secara nasional, setelah gelombang protes muncul di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, atas kenaikan PBB hingga 250 persen. Beberapa daerah lain, seperti Cirebon, Jombang, hingga wilayah di luar Pulau Jawa, bahkan dilaporkan mengalami lonjakan hingga 1000 persen.
Editor : Arika Hutama