Surat Pemecatan Beredar, Gus Yahya: Saya Masih Ketua Umum PBNU yang Sah
JAKARTA, iNewsBojonegoro.id - Konflik internal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mencuat ke permukaan setelah beredarnya surat edaran bertanggal 25 November 2025 yang menyatakan pemberhentian Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya, efektif per 26 November 2025. Dalam surat tersebut disebutkan bahwa tugas kepemimpinan sementara akan dijalankan Rais Aam PBNU, KH Miftachul Akhyar.
Namun, Gus Yahya menolak tegas keputusan tersebut. Dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (26/11/2025), ia menegaskan bahwa dirinya masih sah sebagai Ketua Umum PBNU baik secara hukum maupun secara faktual.
“Secara de jure jelas saya masih tetap Ketua Umum yang sah. Menurut hukum itu tidak terbantahkan,” ujarnya. “Secara de facto pun saya masih efektif sebagai Ketua Umum.”
Menurutnya, seluruh kegiatan organisasi, termasuk rapat wilayah dan pelatihan kader, masih berjalan di bawah komandonya. Ia menilai surat pemberhentian itu tidak memiliki kekuatan hukum karena mandat yang ia emban berasal dari Muktamar NU 2020 di Lampung.
“Saya sebagai mandataris, tidak mungkin diberhentikan kecuali melalui Muktamar. Saya diminta mundur dan saya menolak. Saya tidak bisa diberhentikan kecuali melalui Muktamar,” tegasnya.
Gus Yahya juga membantah legitimasi rapat harian Syuriyah yang diklaim sebagai dasar pemecatan dirinya. Ia menegaskan bahwa rapat tersebut tidak memiliki kewenangan memberhentikan pengurus, apalagi Ketua Umum.
“Rapat harian Syuriyah itu tidak bisa memberhentikan siapapun. Tidak ada wewenangnya. Menghentikan fungsionaris lembaga saja tidak bisa, apalagi Ketua Umum,” katanya.
Ia juga mengkritik proses rapat yang menurutnya menutup ruang klarifikasi sebelum mengeluarkan keputusan.
“Langsung menetapkan keputusan yang berupa hukuman tanpa klarifikasi, ini jelas tidak dapat diterima,” ujarnya.
Sebelum polemik mencuat, nama Gus Yahya terseret isu kedekatan dengan Israel yang disebut-sebut muncul dalam risalah rapat internal. Menanggapi hal itu, ia menilai isu tersebut dipelintir dan diangkat kembali dari peristiwa lama.
Ia menjelaskan, kunjungannya ke Israel berlangsung pada 2018 dan hal itu telah terbuka sejak lama. Bahkan saat Muktamar NU 2021, para pemilih sudah mengetahui riwayat kunjungan tersebut.
“Saya pernah pergi ke Israel, saya bertemu Netanyahu, Presiden Israel, dan berbagai elemen lain di sana pada 2018,” jelasnya. “Tahun 2021 Muktamar memilih saya, mereka sudah tahu semuanya.”
Gus Yahya menegaskan bahwa kunjungannya ke Yerusalem justru digunakan sebagai panggung untuk menyuarakan dukungan terhadap Palestina, bahkan di hadapan Perdana Menteri Israel.
“Saya terang-terangan dan tegas menyampaikan bahwa saya datang demi Palestina. Itu saya sampaikan di semua kesempatan dan saya tidak akan pernah berhenti dengan posisi itu,” tandasnya.
Polemik PBNU diprediksi masih akan berlanjut seiring belum adanya kejelasan mengenai dasar hukum surat pemberhentian serta sikap tegas Gus Yahya yang menolak mundur dari jabatannya.
Editor : Arika Hutama