get app
inews
Aa Text
Read Next : DBH Cukai Hasil Tembakau di Bojonegoro Capai Rp 81,4 Milyar

Amburadulnya Penegakan Hukum Rokok Ilegal: Bukti Lemahnya Pengawasan

Rabu, 03 Desember 2025 | 09:34 WIB
header img
Ilustrasi peredaran rokok ilegal di Indonesia. Foto: Gemini AI

Praktik haram ini seakan dinormalisasi lantaran warga sendiri turut terlibat di dalamnya. Ia mencontohkan kondisi di lingkungan tempat tinggalnya. Banyak tetangganya bekerja untuk para pemilik gudang rokok bodong dengan tugas melakukan packing. Upah yang mereka terima sekitar Rp 10 ribu untuk setiap 100 bungkus rokok.

Prosesnya sederhana, warga cukup datang ke gudang pada pagi hari, untuk mengambil bahan rokok yang akan dikemas, lalu dibawa pulang ke rumah masing-masing.

Setelah selesai, pada sore harinya mereka kembali ke gudang untuk menyerahkan hasil packing sekaligus menerima upah. Bila pekerjaan mengemas rokok bodong umumnya dilakukan oleh kaum perempuan, lain halnya dengan para pemuda di wilayah itu. Mereka banyak yang bekerja sebagai kurir, dengan tugas utama mengantar rokok tanpa pita cukai ke luar Madura.

Rustam menuturkan bahwa sebagian besar dari mereka awalnya adalah sopir travel. Melalui ajakan dari mulut ke mulut, profesi mereka bergeser menjadi pengantar rokok ilegal. Setiap kurir biasanya setia bekerja hanya untuk satu pengusaha rokok.

Dalam praktiknya, para kurir inilah yang kerap dijadikan tumbal. Mereka yang ditangkap pada saat ada razia, lalu dibawa ke kantor polisi atau Bea Cukai. Di sana, mereka harus menginap sampai akhirnya ditebus oleh pemilik rokok.

Pemilik rokok dipaksa untuk membayar puluhan juta untuk menebus kurin dan mobil yang ditangkap oleh aparat. Sedangkan untuk rokok bodong, biasanya tidak dikembalikan. Jadi, yang dikembalikan hanya mobil dan kurir. Dalam beberapa kasus, ada rokok ilegal yang dikembalikan tapi jumlahnya tidak utuh.

Lemahnya pengawasan dan penegakan hukum, cawe-cawe aparat, hingga faktor sosial-ekonomi kerap disebut sebagai alasan bisnis rokok bodong tetap subur. Namun, menurut Rustam, ada faktor lain yang membuat praktik ilegal itu bertahan hingga hari ini.

Ia menyebut, para pengusaha rokok berizin justru menjadikan rokok bodong sebagai penopang bisnis mereka. Main curang seperti itu sudah bukan hal tabu lagi di sana. Praktiknya, produk rokok legal yang mereka produksi justru sulit ditemukan di pasaran. Sebaliknya, rokok tanpa cukai yang mereka hasilkan malah paling mudah dijumpai masyarakat.

Rustam bahkan menyinggung salah satu nama besar di balik bisnis rokok di Sumenep, yang diduga ikut terlibat dalam praktik curang itu. Menurut Rustam, rokok tanpa cukai milik dia jauh lebih mudah ditemui di warung-warung kelontong ketimbang rokok legal berpita cukai yang diproduksinya.

“Sultan Madura” kendalikan bisnis rokok illegal di pulau garam

Masalah lain yang membuat perdagangan rokok tanpa pita cukai di Sumenep sulit dilacak adalah mudahnya merek-merek ilegal itu hilang dari pasaran. Para pengusaha disebut memiliki strategi khusus: mengganti merek secara berkala. “Merek yang diperdagangkan tahun lalu, sekarang sudah sulit ditemukan, bahkan bisa jadi sudah tidak ada lagi,” ujar Rustam.

Kondisi tersebut, kata dia, tidak hanya terjadi di Sumenep. Rustam juga menyebut nama berinisial Haji KU, pengusaha besar yang dijuluki Sultan Madura karena kekayaan dan pengaruhnya di daerah itu. Ia memainkan peran serupa dalam jaringan bisnis rokok ilegal di Madura. Selain Sultan Madura, dia juga dijuluki sebagai Sultannya Pamekasan.

Menurut Rustam, posisi HKU bukan sekadar sebagai pemain, melainkan salah satu figur yang memiliki kendali besar terhadap arus produksi dan distribusi rokok tanpa pita cukai di wilayah tersebut.

Beberapa informan dari lingkungan Bea Cukai juga menyebut bahwa HKU termasuk salah satu pengusaha rokok yang dikenal rutin memberikan “jatah” ke sejumlah petinggi di lembaganya. Praktik itu disebut menjadi alasan mengapa aparat terkesan enggan menyentuh bisnisnya. Di kalangan pelaku industri rokok ilegal, nama HKU bahkan kerap disebut sebagai sosok yang “kebal” dari razia.

Kepada HKU Sultan Madura, kami melakukan upaya konfirmasi perihal informasi yang kami peroleh. Dalam tanggapannya, HKU membantah seluruh tudingan itu. “Tidak benar,” jawabnya singkat kepada Tempo, 2 Oktober 2025.

Editor : Dedi Mahdi

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut