get app
inews
Aa Text
Read Next : DBH Cukai Hasil Tembakau di Bojonegoro Capai Rp 81,4 Milyar

Amburadulnya Penegakan Hukum Rokok Ilegal: Bukti Lemahnya Pengawasan

Rabu, 03 Desember 2025 | 09:34 WIB
header img
Ilustrasi peredaran rokok ilegal di Indonesia. Foto: Gemini AI

Pada kesempatan berbeda, kami bertemu dengan Ketua Dewan Pengurus Wilayah (DPW) Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia (Apsi) Jawa Timur, Sulaisi Abdurrazaq. Wawancara dilakukan Ahad malam, 10 Agustus 2025, di kediamannya di Desa Ketawang Laok, Kecamatan Guluk-Guluk, Sumenep.

Malam sebelum bertemu Sulaisi, kami menyempatkan berkeliling Lenteng, Sumenep. Di sepanjang jalan utama, berdiri deretan bangunan berpagarkan beton menjulang. Pagar-pagarnya begitu tinggi hingga hanya atap bangunan di baliknya yang tampak. Dari Rustam, kami mendapat informasi bahwa sembilan bangunan di pinggir jalan itu adalah gudang rokok ilegal milik seorang tokoh berpengaruh di Sumenep.

Di setiap pintu masuk, tampak penjaga berdiri siaga. Mereka berjaga persis di tepi jalan, memperhatikan tiap kendaraan yang melintas. Pagar-pagar itu menutup rapat dunia di dalamnya—tak ada celah bagi mata untuk menangkap aktivitas yang berlangsung.

Namun sore itu, keberuntungan memihak kami. Saat kembali menyusuri jalan yang sama, satu gudang yang posisinya sedikit menjorok dari jalur utama tampak sedikit terbuka. Beberapa petugas keamanan mengatur arus kendaraan untuk memberi jalan para pekerja yang keluar dari gerbang. Jarum jam menunjuk sekitar pukul lima. Menurut Rustam, orang-orang yang kami lihat berhamburan keluar itu adalah buruh gudang rokok ilegal.

Kami kemudian membandingkan pemandangan tersebut dengan gudang rokok milik perusahaan nasional, yang berada di Jalan Ganding, Guluk-Guluk, Sumenep. Kontrasnya mencolok. Dari balik kaca mobil, bangunan itu tampak jelas. Pagarnya bukan beton masif yang menutup rapat seluruh struktur, tidak seperti gudang-gudang yang kami lihat di Lenteng—yang lebih menyerupai benteng daripada tempat usaha.

Pengedar rokok illegal tertangkap APH, minta “Ditebus”

Sekitar pukul 9 malam, kami bertemu Sulaisi, yang pernah membela seorang pemilik perusahaan rokok bodong berskala kecil, menceritakan peristiwa yang menimpa kliennya. Pada awal Juni 2023, sekitar pukul 22.00 WIB, sopir yang dipekerjakan oleh kliennya ditangkap polisi di Sampang. Sopir itu ditangkap pada saat mengendarai mobil L300 berwarna hitam yang berisi muatan rokok tanpa pita cukai.

“Jadi dia mau mengirim rokok, memang dia tegaskan itu rokok ilegal, jalan melintas di Sampang kena razia,” kata Sulaisi kepada Mutia dan Noura.

Setelah penangkapan, seorang polisi meminta uang tebusan sebesar Rp 50 juta. Permintaan itu jelas mustahil dipenuhi sang sopir. Sebab, ia hanyalah driver, bukan pemilik rokok.

Empat hari kemudian, Jumat 9 Juni 2023, pemilik rokok mendatangi Polres Sampang untuk membicarakan nasib mobil dan muatannya. Negosiasi berlangsung alot. Kepada pemilik rokok ilegal itu—klien Sulaisi, polisi masih meminta tebusan Rp 50 juta, namun kliennya  hanya sanggup membayar Rp 20 juta. Polisi menolak. Setelah melalui proses negosiasi yang alot, pada Senin 12 Juni 2023, disepakati bahwa mobil bersama muatannya bisa ditebus dengan nominal Rp 30 juta.

Namun, setelah mobil berhasil keluar dari Polres Sampang, pemilik rokok mendapati muatan di dalamnya tidak lagi utuh. Ia segera menyampaikan temuannya kepada Sulaisi. Sang pemilik menduga kuat rokok-rokok itu telah “dimaling” ketika mobil disita di kantor polisi.

Menurut perhitungannya, sekitar 80 bal—setara dengan 8 ribu bungkus rokok—hilang tanpa jejak. Bagi seorang pengusaha kecil, jumlah itu jelas bukan kerugian sepele apalagi modal usaha itu didapat dari pinjaman koperasi.

Menanggapi laporan kliennya, Sulaisi pun memutuskan untuk tidak tinggal diam. Ia menyebarkan kasus ini kepada sejumlah wartawan. Pemberitaan pun merebak, menyeret nama Polres Sampang ke ranah publik.

Tak lama berselang, telepon dari Kasat Intelkam Polres Sampang, Joko, masuk ke ponselnya. Inti dari pembicaraan telepon itu, polisi merasa keberatan dengan tulisan Sulaisi yang sudah beredar di media. Mereka meminta bertemu untuk membicarakan kasus hilangnya barang bukti rokok dari mobil kliennya.

Terjadilah pertemuan itu di salah satu hotel di Pamekasan. Malam itu, Sulaisi tak datang seorang diri, dia bersama rekannya. Mereka membicarakan mengenai barang bukti bersama Kapolres Sampang kala itu, Siswantoro dan Kasat Intelkam, Joko.

Siswantoro, yang baru menjabat Kapolres saat itu, akhirnya turun tangan untuk meredam persoalan. Uang pengganti senilai Rp 80 juta dikembalikan kepada pemilik rokok. “Sehari setelah itu, uang sudah dikembalikan ke klien saya. Akhirnya, clear,” ujarnya.

Pengiriman rokok illegal bisa “dikawal” aparat

Tidak berhenti pada kronologi hilangnya barang bukti, Sulaisi juga mengklaim memiliki sebuah rekaman video berdurasi 2 menit 34 detik. Rekaman itu menampilkan seorang polisi tengah menjelaskan skema “pengamanan” untuk arus lalu lintas rokok ilegal di Sampang.

Dalam video tersebut, polisi itu terang-terangan menyebutkan bahwa pengamanan bisa dilakukan dengan sistem sekali jalan, atau melalui setoran bulanan—tentu dengan catatan, harus sesuai dan disetujui oleh pimpinannya. Sayangnya, Sulaisi mengaku lupa nama maupun pangkat polisi yang terlibat dalam rekaman tersebut.

Kasus itu membuka tabir lebih luas—soal adanya setoran rutin dari pengusaha rokok ilegal ke aparat. Informasi yang diperoleh menunjukkan, hampir semua pengusaha di Sumenep dipaksa menyetor setiap bulan ke oknum kepolisian.

Angkanya bervariasi, mulai Rp 15 juta hingga Rp 25 juta, tergantung wilayah dan besarnya usaha. Setoran itu tidak diserahkan langsung, melainkan melalui seorang fasilitator—semacam perantara atau makelar.

Kepada kami, Sulaisi membacakan catatan yang disimpan dalam ponselnya. Catatan itu memuat adanya dua nama yang menjadi “donatur” bagi seorang anggota Resmob berinisial D, yang bertugas di Polres Sumenep. Keduanya adalah K, Kepala Desa di Lenteng sekaligus pemilik perusahaan rokok tanpa pita cukai yang disebut menyetor Rp 25 juta setiap bulan, serta HY, pengusaha asal Batu Putih, yang rutin menyetor Rp 15 juta.

Untuk alurnya, kedua orang tersebut menyerahkan uang kepada seorang fasilitator—bukan polisi, yang kemudian diserahkan kepada anggota Resmob berinisial D.

Perihal dugaan adanya setoran dari pengusaha rokok ilegal kepada anggota Resmob, Kapolres Sumenep AKBP Rivanda menyampaikan telah menindaklanjuti informasi tersebut dengan melakukan pengumpulan bahan dan keterangan (pulbaket). “Sudah ditindaklanjuti untuk dilakukan pengumpulan bahan dan keterangan sampai detik ini belum ditemukan,” kata Rivanda saat dikonfirmasi Tempo melalui pesan singkat, Selasa, 30 September 2025.

Rivanda berujar bahwa laporan itu juga telah diteruskan kepada Kepala Unit Profesi dan Pengamanan (Kanit Propam) Polres Sumenep. Ia mengimbau masyarakat untuk melapor langsung ke Unit Propam jika menemukan indikasi penyimpangan oleh oknum polisi.

“Kalau ada masyarakat yang merasa tidak puas terhadap pelayanan atau menduga ada penyimpangan oleh anggota, bisa langsung datang ke Unit Propam. Biar bisa kami tindak lanjuti,” ujarnya.

Ia juga membuka ruang bagi siapa pun yang memiliki informasi lebih akurat untuk datang ke Polres Sumenep agar proses pengecekan bisa dilakukan dengan lebih mudah.

Serupa dengan Rustam, Sulaisi juga mengungkap praktik curang para pengusaha rokok legal dalam bisnis rokok ilegal. Ia menegaskan, bisnis rokok yang benar-benar hidup di Sumenep bukanlah rokok berpita cukai, melainkan rokok tanpa cukai. Produk legal, menurutnya, hanya dijadikan tameng perusahaan agar terhindar dari jeratan petugas.

Ia juga mengamini soal pendeknya umur merek rokok ilegal yang beredar di pasaran. Gonta ganti merek, kata dia, adalah yang biasa. Tak hanya itu, ia justru mengungkap fenomena unik—tiruan terhadap merek rokok ilegal.

Editor : Dedi Mahdi

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut