Gagal Struktur, Disebut jadi Penyebab Ambrolnya Pelindung Tebing Seharga Rp40 Miliar di Bojonegoro

Dedi Mahdi
Kondisi bangunan pelindung tebing sungai bengawan solo yang ambrol. (Foto: Dedi Mahdi / iNews)

BOJONEGORO.INEWS.ID – Peristiwa ambruknya bangunan penahan tebing Sungai Bengawan Solo, di Desa Lebaksari dan Tanggungan Kecamatan Baureno, Kabupaten Bojonegoro masih menjadi sorotan publik, tidak hanya dari Bojonegoro namun juga ramai di seluruh daerah, terutama setelah diberitakan media nasional.

Tidak hanya masyarakat awam yang menduga, ambrolnya bangunan seharga Rp40 miliar itu ada yang tidak beres dengan kondisi dan kualitasnya, tapi Persatuan Insinyur Indonesia (PII) Cabang Bojonegoro ikut bersuara. Organisasi yang beranggotakan para ahli teknik ini menduga, kondisi tersebut masuk kategori gagal struktur.

"Ambrolnya pelindung tebing sungai Bengawan Solo di Desa Lebaksari dan Desa Tanggungan, Kecamatan Baureno dapat dikatagorikan kondisi gagal struktur," kata Ketua PII Cabang Bojonegoro, Muhammad Mashadi, Selasa (18/02/2025).

Menurut Mashadi, pihaknya telah melihat langsung kondisi dinding pelindung tebing di Baureno tersebut. Di mana didapati pelindung tebing itu menggunakan CCSP (Corrugated Concrete Sheet Pile) atau dinding penahan tanah yang terbuat dari beton prategang bertulang.

Untuk itu, insinyur sipil ini berpendapat, ada hal -hal yang harus diperhatikan dalam desain atau perencanaan penggunaan CCSP. Diantaranya adalah kedalaman CCSP, dengan pertimbangan kedalaman CCSP harus memotong garis longsor minimal sudutnya 45 derajat.

"Yang terjadi tentunya mempertimbangkan juga perhitungan slidding atau guling tanah serta gaya lateral yang timbul akibat tanah maupun akibat air sungai," ujar mantan anggota dewan ini.

Dalam gaya lateral ini pun, lanjut dia, perlu dipertimbangkan gaya lateral akibat surut sungai yang timbul sangat besar.

"Kalau saya lihat di lapangan ada beberapa yang perlu dikaji ulang, pertama untuk balok tarik terlalu dekat dengan CCSP," ungkapnya.

Seharusnya, jarak antara balok tarik dengan CCSP lebih jauh lagi. Dan agar diletakkan di tanah yang lebih stabil, dalam istilah orang desa yang ia gunakan, letaknya berada di tanah waras. Karena bila jaraknya terlalu dekat dimungkinkan pancang balok tarik masih berada di tanah hasil sedimen banjir.

Kemudian, yang ke dua bronjong seharusnya tidak diletakkan disisi belakang CCSP karena dapat menambah beban lateral akibat surut air banjir apabila ketika tinggi air banjir melewati top elevasi CCSP tebing penahan.

Yang ke tiga, adalah tinggi CCSP yang muncul dan tertanam sebagai dinding penahan tebing sungai yang akan mendapatkan gaya yang besar yang timbul, sehingga yang tertanam harus dalam hingga memotong garis longsor.

Pemimpin persatuan para insinyur di kota migas, sebutan lain Kabupaten Bojonegoro itu menilai, untuk perbaikan sebaiknya dilakukan kajian teknis ulang terlebih dahulu, dengan mempertimbangkan beberapa hal yang telah sebutkan.

"Sehingga tidak terjadi hal serupa ketika terjadi banjir dan surut air sungai," tandasnya.

Editor : Dedi Mahdi

Halaman Selanjutnya
Halaman : 1 2

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network