BOJONEGORO, iNewsBojonegoro.id - Perjalanan panjang Takim Kok Gito-Gito, seniman pantomim dan penggerak komunitas teman tuli serta teman dengar, bukanlah kisah yang lahir dalam semalam.
Selama 17 tahun, pria bernama asli Moch Mustakim ini mendedikasikan hidupnya untuk membuka ruang inklusif bagi teman tuli agar bisa berkarya dan bersosialisasi lewat seni pantomim.
Saat ditemui di Actore Mediart, kawasan Kota Bojonegoro, Rabu (24/9/2025), Takim mengenang awal perjuangannya yang dimulai sejak lulus SMA.
Ia sering beraktivitas kesenian di belakang SLB Perak dan tergerak hatinya melihat anak-anak tuli yang masih terpinggirkan dari kehidupan sosial. Dari sana, lahirlah tekad untuk mengajak mereka berkarya bersama.
Membangun Komunitas dari Nol
Takim mulai dengan mengumpulkan 20 anak tuli, lalu mempelajari bahasa isyarat untuk menjembatani komunikasi. Ia memilih pantomim sebagai media, karena bisa menyampaikan pesan tanpa kata dan efektif membangun rasa percaya diri serta kemampuan bersosialisasi.
Namun, perjalanan itu tidak mudah. Selama 15 tahun, kegiatan dilakukan berpindah-pindah tanpa tempat tetap di bawah terik matahari dan hujan.
“Kadang kami latihan di tempat seadanya, kadang hanya di halaman terbuka. Tapi saya tidak mau menyerah,” ujarnya, dikutip dari laman Pemkab Bojonegoro.
Dua tahun terakhir, impian Takim terwujud. Dari modal pribadi, ia membangun Actore Mediart dan halaman inklusi, ruang terbuka tempat teman tuli belajar pantomim, bersosialisasi, hingga mengelola ekonomi lewat greenhouse dan peternakan.
Tempat ini juga menjadi ruang belajar bahasa isyarat bagi masyarakat.
Dari Tepi Panggung ke Pentas Nasional
Dedikasi panjang itu membuahkan hasil
Anak didiknya, Septian Adif Saugi, meraih Juara 1 Pantomim FLS2N Nasional di Makassar, sementara Yoga Falakh Ramadhan menyabet Juara 2 Nasional di Surabaya.
Takim sendiri pernah menjadi pembicara TEDx Tunjungan dan dipercaya sebagai juri seleksi nasional FLS2N. Salah satu momen tak terlupakan baginya adalah pertunjukan tujuh hari tujuh malam, digawangi 28 teman tuli dan 2 teman dengar, yang sukses menarik perhatian masyarakat luas.
“Bagi saya, ini bukan hanya tentang seni, tapi tentang bagaimana anak-anak ini bisa berdiri tegak dan percaya diri,” ucapnya dengan mata berkaca-kaca.
Harapan untuk Ruang yang Lebih Inklusif
Takim meyakini teman tuli Bojonegoro memiliki potensi besar, bukan hanya terampil tapi juga bermental kuat. Ia berharap pemerintah dan berbagai pihak lebih memberi dukungan berupa fasilitas yang mendukung aktivitas mereka sehari-hari.
Kini, Actore Mediart berdiri sebagai simbol keteguhan dan perjuangan 17 tahun. Takim percaya, seni pantomim dapat menjadi jembatan kesetaraan dan membuka peluang luas bagi teman tuli untuk berdiri sejajar dengan masyarakat umum.
Editor : Arika Hutama
Artikel Terkait