Kaya Migas Tapi Warga Masih Miskin, Akademisi Unigoro Ungkap Akar Masalah di Bojonegoro

Arik T.P
Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Bojonegoro (Unigoro), Dr. Ahmad Taufiq, S.Hi., M.Si., Foto: iNews Bjn

BOJONEGORO, iNewsBojonegoro.id - Ironi masih terjadi di Kabupaten Bojonegoro. Meski menjadi daerah penghasil minyak dan gas (migas), sejumlah wilayahnya, termasuk Kecamatan Ngasem, masih menjadi kantong kemiskinan. 

Padahal, di kawasan ini berdiri proyek strategis nasional Jambaran Tiung Biru (JTB) yang diharapkan mampu mendorong kesejahteraan masyarakat sekitar.

Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Bojonegoro (Unigoro), Dr. Ahmad Taufiq, S.Hi., M.Si., menilai perusahaan yang beroperasi di lapangan JTB sebenarnya telah melaksanakan tanggung jawab sosial (CSR). 

Namun, program-program tersebut dinilai belum sepenuhnya menyentuh kebutuhan riil masyarakat miskin.

“Antara perusahaan dengan pemerintah harus seintens mungkin melakukan harmonisasi. Keduanya punya tanggung jawab yang sama dalam mengatasi kemiskinan—perusahaan lewat CSR, pemerintah lewat program pembangunan prioritas,” ujar Taufiq, Rabu (12/11/2025).

Hindari Tumpang Tindih Program CSR dan Pemerintah

Sebagai akademisi yang terlibat dalam penyusunan Rencana Penanggulangan Kemiskinan Daerah (RPKD) Bojonegoro, Taufiq menekankan pentingnya sinkronisasi program antara Pemkab dan perusahaan migas agar hasilnya efektif dan tepat sasaran.

Menurutnya, selama ini masih sering terjadi overlap program—masyarakat menerima bantuan serupa baik dari CSR perusahaan maupun dari program pemerintah.

“Masyarakat tidak boleh menjadi penerima dari dua pihak sekaligus, terutama kalau programnya menggunakan skema PPM (Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat) dengan mekanisme cost recovery. Kalau program CSR murni, itu lain hal,” jelasnya.

Harmonisasi yang dimaksud, lanjut Taufiq, bukan hanya pada tahap perencanaan program, tetapi juga pada strategi pelaksanaan agar benar-benar sesuai kebutuhan masyarakat lokal.

Kemiskinan di Kawasan Tengah dan Hutan Bersifat Struktural

Berdasarkan temuan tim penyusun RPKD Unigoro, kemiskinan di wilayah tengah dan kawasan hutan Bojonegoro disebabkan oleh faktor struktural. Di antaranya:

• Distribusi bantuan sosial (bansos) yang belum tepat sasaran,

• Minimnya keterampilan kerja berbasis kompetensi, dan

• Terbatasnya sarana dan prasarana pertanian.

“Sebagian besar masyarakat di kawasan ini adalah petani penyewa lahan. Kalaupun memiliki lahan sendiri, produktivitasnya masih rendah sehingga belum mampu meningkatkan pendapatan,” ungkapnya.

Empat Strategi Intervensi untuk Atasi Kemiskinan

Taufiq bersama timnya merekomendasikan beberapa langkah strategis untuk mempercepat pengentasan kemiskinan di Bojonegoro, yakni:

• Validasi ulang data penerima bansos agar tepat sasaran.

• Pelatihan dan peningkatan keterampilan kerja berbasis kebutuhan masyarakat, bukan instruksi top-down.

• Peningkatan akses terhadap lapangan kerja produktif.

• Penguatan sektor pertanian, pemberdayaan UMKM, serta kemudahan akses pendidikan dan kesehatan.

“Kunci utamanya adalah intervensi program yang sesuai kebutuhan masyarakat, bukan sekadar seremonial,” tegas Taufiq.

Dengan harmonisasi yang baik antara pemerintah daerah dan perusahaan migas, Bojonegoro diharapkan mampu keluar dari paradoks sebagai daerah kaya sumber daya tapi miskin secara sosial ekonomi.

Editor : Arika Hutama

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network