JAKARTA, iNewsBojonegoro.id – Istilah Rojali (rombongan jarang beli) dan Rohana (rombongan hanya nanya-nanya) tengah menjadi sorotan dalam perbincangan publik, terutama di sektor ritel dan pusat perbelanjaan. Istilah ini merujuk pada kelompok pengunjung mal yang hanya datang untuk melihat-lihat atau bertanya tanpa melakukan pembelian, dan dianggap sebagai penyebab turunnya tingkat kunjungan dan transaksi di pusat perbelanjaan.
Namun, Direktur Program dan Kebijakan Prasasti Center for Policy Studies, Piter Abdullah, menilai bahwa fenomena Rojali dan Rohana bukanlah akar permasalahan sepinya mall. Ia justru menyoroti pergeseran perilaku belanja masyarakat ke platform digital sebagai penyebab utama.
“Kita lihat saat ini mal-mal sepi bukan karena Rojali-Rohana, tapi sebetulnya karena gaya hidup belanjanya kita lakukan secara online,” ujar Piter dalam konferensi pers peluncuran Laporan Riset Ekonomi Digital Indonesia di Jakarta, Selasa (12/8/2025).
Menurut Piter, pesatnya digitalisasi ekonomi telah mengubah cara masyarakat berbelanja. E-commerce kini menjadi pilihan utama, menggeser peran pusat perbelanjaan konvensional.
Meski pusat perbelanjaan terlihat lebih lengang, Piter menekankan bahwa daya beli masyarakat tetap terjaga. Hal ini tercermin dari pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang tetap positif.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), konsumsi rumah tangga—yang menyumbang 54,25 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dari sisi pengeluaran—tumbuh 4,97 persen secara tahunan (year-on-year) pada kuartal II-2025. Angka tersebut naik tipis dibanding kuartal I-2025 (4,95 persen) dan kuartal II-2024 (4,93 persen).
Piter mencontohkan perubahan kecil dalam kebiasaan berbelanja sehari-hari sebagai bukti nyata pergeseran tersebut.
“Dulu kita belanja di supermarket antre bayarnya, sekarang enggak ada lagi antre. Orang belanja seala kadarnya karena sebagian sudah bisa secara online,” jelasnya.
Ia menegaskan bahwa fenomena ini bukanlah kabar buruk, melainkan sinyal adanya potensi pertumbuhan besar dalam ekonomi digital. Namun demikian, sektor ritel fisik tetap dituntut untuk beradaptasi dengan memberikan nilai tambah yang tidak bisa ditemukan di platform daring.
“Banyak gaya hidup yang sudah berubah, dan ini sebetulnya potensi ekonomi yang luar biasa," tukasnya.
Fenomena Rojali dan Rohana, menurut Piter, hanyalah bagian kecil dari dinamika perilaku konsumen saat ini. Tantangan terbesar justru ada pada bagaimana pelaku ritel konvensional menanggapi pertumbuhan e-commerce dengan pendekatan dan inovasi yang lebih relevan bagi konsumen masa kini.
Editor : Arika Hutama
Artikel Terkait