JAKARTA, iNewsBojonegoro.id - Indonesia kembali berduka setelah bencana ekologis berupa banjir bandang dan tanah longsor melanda tiga provinsi sekaligus: Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat. Bencana tersebut menimbulkan jumlah korban yang tinggi, banyak warga terpisah dari keluarga, serta memicu keterpurukan ekonomi di sejumlah wilayah terdampak.
Tragedi ini mendapat sorotan luas, termasuk dari Greenpeace Indonesia. Manajer Kampanye Iklim & Energi Greenpeace Indonesia, Iqbal Damanik, mendesak pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming agar memberikan respon cepat dan memperbesar alokasi anggaran bantuan.
“Pemerintah harus bertindak cepat dan menurunkan anggaran bantuan secara besar-besaran. Greenpeace sudah memperingatkan potensi bencana ekologis ini sejak 2020,” ujar Iqbal.
Greenpeace Soroti Tiga Menteri Terkait Kebijakan Pengelolaan Lingkungan
Dalam pernyataannya, Iqbal menilai ada tiga kementerian yang patut dimintai pertanggungjawaban atas kebijakan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup. Ketiganya adalah:
Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni, yang menurut Iqbal memiliki kewenangan dalam penerbitan izin di kawasan hutan serta fungsi pengawasan pengelolaan hutan.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia, yang mengatur izin pertambangan baik di kawasan hutan maupun non-hutan.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Hanif Faisol, putra daerah Bojonegoro, yang dinilai memiliki peran dalam pemberian persetujuan lingkungan atas proyek-proyek yang berpotensi menimbulkan dampak ekologis.
“Kita memungkinkan untuk menuntut dan meminta pertanggungjawaban kepada menteri-menteri yang berurusan dengan ini,” tegas Iqbal.
Ia menjelaskan bahwa kebijakan pemberian izin di wilayah yang rentan bencana berpotensi memperbesar risiko ketika terjadi cuaca ekstrem. Menurutnya, bencana yang terjadi menjadi bukti bahwa sistem izin dan mitigasi lingkungan belum berjalan efektif.
Iqbal juga merujuk pada pernyataan lembaga internasional pada Juli 2025 yang menyebutkan bahwa negara-negara yang gagal melakukan pengendalian perubahan iklim atau menerapkan kebijakan yang menyebabkan krisis iklim dapat dituntut dan dinilai melanggar hukum internasional.
Meski demikian, hingga saat ini pemerintah pusat belum memberikan tanggapan resmi atas desakan Greenpeace tersebut.
Editor : Arika Hutama
Artikel Terkait
