BOJONEGORO, iNews.id – Pemerintah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pemkab Bojonegoro, mengalokasikan anggaran untuk pemilihan kepala daerah serentak tahun 2024 senilai Rp 81 miliar.
Kepala Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Bojonegoro Teguh Ratno menjelaskan, jika anggaran tersebut awalnya bersumber dari pemerintah pusat atau APBD, yang ditransfer ke daerah melalui Dana Alokasi Umum (DAU), setelah itu statusnya menjadi APBD Bojonegoro.
“Anggaran itu ditransfer sebanyak 2 kali, yaitu ahir tahun 2023 sebanyak Rp 32 miliar, serta tanggal 26 april sebanyak Rp 49 miliar, jadi totalnya Rp 81 miliar,” jelasnya, saat ditemui awak media di kantornya.
Pria asli Surabaya ini menambahkan, jika anggaran tersebut lebih diperuntukan ke pemilihan bupati dan wakil bupati Bojonegoro 2024. Namun serepan anggaran yang dilakukan oleh KPU masuk dalam kategori rendah.
“Laporan kami tiap triwulan, sampai bulan agustus baru terserap Rp 12 miliar, itu bisa disebut rendah,” tambahnya.
Meski serapan dianggap kurang tinggi, tapi menurut Teguh tidak ada target serapan anggaran yang patok, karena kemungkinan serapan yang tinggi itu akan berlangsung saat mendekati hari atau pas hari pencoblosan.
“Memang tidak ada target hari ini serapanya harus berapa, tapi seharusnya bisa diangkan 60 - 70an persen, baik untuk belanja barang, belanja pegawai, serta belanja modal,” papar Kepala KPPN Bojonegoro.
Menanggapi hal itu, Ketua KPU Bojonegoro Robby Adi Perwira mengatakan, jika serapan yang disampaikan olek kepala KPPN Bojonegoro itu belum yang terbaru, karena pihaknya melaporkan tiap triwulan.
“Ini karena laporan serapan ke KPPN itu per triwulan, jadi kalau tampilan data di KPPN dianggap sedikit, terakhir data di KPPN serapan kami Rp12 miliar, kalau di data kami (KPU) per hari ini sekira Rp20 miliar, sebab belum terlaporkan,” jelasnya.
Sementara mengenai serapan yang dianggap masih sedikit, Robby menjelaskan, karena khusus untuk honor badan ad hoc saja sebesar Rp40 miliar. Dari Rp40 miliar itu KPPS kebagian jatah Rp20 miliar.
Padahal KPPS bekerjanya mendekati hari H pencoblosan. Ini belum termasuk operasional KPPS dan operasional PPK.
“Jadi (karena) serapan terbesar ada pada badan ad hoc, kemudian ada beberapa postur anggaran terkait logistik, pengadaan barang dan jasa, kira-kira gambarannya demikian kenapa serapan masih sedikit,” ujar Robby.
Editor : Arika Hutama
Artikel Terkait