Kasus Pencabulan Anak Libatkan Keluarga, Akademisi Unigoro Soroti Peran DP3AKB Bojonegoro

Arika Hutama
Ketua Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Perguruan Tinggi (PPKPT) Unigoro, Septi Wulandari, S.Sos., M.AP., Foto: iNews Bjn

BOJONEGORO, iNewsBojonegoro.id - Kasus pencabulan anak di bawah umur yang ditangani Polres Bojonegoro kembali mengungkap fakta memprihatinkan: pelaku merupakan anggota keluarga dekat korban. 

Ketua Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Perguruan Tinggi (PPKPT) Universitas Bojonegoro (Unigoro), Septi Wulandari, S.Sos., M.AP., menilai peristiwa tersebut menunjukkan bahwa kekerasan seksual dapat terjadi bahkan di lingkungan yang seharusnya menjadi ruang paling aman bagi anak, yakni keluarga.

Menurut Septi, adanya relasi kuasa antara anak dan orang dewasa di lingkup keluarga sering menjadi faktor pemicu. Situasi itu membuat anak berada pada posisi subordinat dan sulit melawan. 

“Ayah atau kakek, baik tiri maupun kandung, memiliki otoritas, kontrol, dan kedekatan emosional dengan anak. Di sinilah anak rentan mengalami tekanan psikologis, ketergantungan ekonomi, hingga ancaman yang membuatnya tidak berani melapor,” ujarnya, Rabu (3/12/2025).

Ia menambahkan, kekerasan seksual dalam keluarga sering kali menjadi hidden crime karena terjadi di ruang domestik dan minim saksi. Hal ini semakin menguatkan perlunya pendampingan komprehensif bagi korban.

Septi mengapresiasi langkah DP3AKB Bojonegoro dalam memberikan pendampingan psikologis dan membangun koordinasi lintas sektor melalui Satgas PPA. 

Namun, ia menegaskan bahwa penanganan kasus serupa tidak cukup hanya responsif, tetapi juga harus preventif dan edukatif.

“DP3AKB selaku lembaga utama sudah menghubungkan berbagai stakeholder. Tetapi mereka juga harus memperkuat upaya pencegahan, mulai dari edukasi body safety kepada anak, hingga pelatihan bagi guru atau kader untuk mendeteksi kekerasan seksual sejak dini,” jelas dosen FISIP Unigoro tersebut.

Selain itu, DP3AKB disebut wajib memastikan korban terlindungi dari victim blaming dan tekanan sosial, serta menghindari adanya paksaan damai dalam penyelesaian kasus. 

“Mereka harus menjadi benteng yang memastikan korban tidak disalahkan dan tidak mengalami penghakiman sosial,” tegasnya.

Septi juga menyoroti keberadaan Satgas Perlindungan Perempuan dan Anak di tingkat desa dan kecamatan. Menurutnya, efektivitas satgas sangat tergantung pada kualitas pelatihan, SOP yang jelas, serta kemampuan deteksi dini dan respon cepat terhadap laporan warga.

“Anggaran Rp3,2 miliar yang dialokasikan DP3AKB merupakan modal penting. Namun itu tidak otomatis menekan angka kekerasan bila hanya berhenti pada pembentukan struktur atau formalitas. Yang dibutuhkan satgas yang benar-benar bekerja,” tandasnya.

Editor : Dedi Mahdi

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network