Tegang! PN Bojonegoro Eksekusi Rumah Paniteranya Sendiri, Kuasa Hukum Protes Keras

Dedi M.A
Kuasa hukum saat melakukan protes elsekusi rumah. Foto: Dedi / iNews

BOJONEGORO, iNewsBojonegoro.id - Suasana tegang mewarnai pelaksanaan eksekusi rumah dan tanah milik Rita Ariana, Panitera Pengganti di Pengadilan Negeri (PN) Bojonegoro. 

Pengosongan dilakukan setelah pembacaan penetapan eksekusi pada Rabu (29/10/2025), berdasarkan keputusan Ketua PN Bojonegoro dalam perkara Nomor 11/Pdt.Eks.H.T/2024/PN Bjn.

Ketua Panitera PN Bojonegoro, Slamet Suripta, hadir bersama dua Juru Sita, Jupriono dan Dadiek Setyo Hartono, di rumah Rita Ariana yang berlokasi di Desa Mojoranu sekitar pukul 10.15 WIB. Setelah menemui Rita dan suaminya yang didampingi kuasa hukum, pembacaan penetapan pun dilakukan.

“Berdasar penetapan Ketua PN Bojonegoro, kami di sini akan melakukan eksekusi. Sebelum itu kami bacakan penetapan oleh Ketua Pengadilan,” kata Juru Sita Jupriono.

Eksekusi tersebut merupakan tindak lanjut dari risalah lelang Nomor 227/50/2022 tanggal 17 Juni 2022, atas tanah seluas 595 meter persegi berikut bangunan di atasnya, yang kini tercatat dalam SHM Nomor 702 Tahun 2025 atas nama Bachroin, pemohon eksekusi asal Mojokerto.

“Semua tercatat atas nama termohon eksekusi, Rita Ariana, terakhir tercatat atas nama Bachroin pemohon eksekusi dalam perkara antara Bachroin lawan Rita Ariana,”
ujar Jupriono.

Namun, proses pembacaan penetapan berlangsung panas. Teriakan dari dalam rumah terdengar lantang bernada protes.

“Masih ada upaya hukum kok satu hari disuruh pindah, ini hukum macam apa!”

teriak seorang pria berkaus kuning yang diketahui Marsudi, suami Rita.

“Pak Prabowo tolong, ini pemaksaan!”

lanjut Marsudi dengan nada marah.
Meski demikian, eksekusi tetap berjalan. Petugas mengeluarkan berbagai perabot rumah tangga seperti kursi, lemari, kulkas, dan meja dari dalam rumah. 

Kuasa hukum Rita, Afan Rahmad, yang berusaha menghentikan eksekusi karena masih ada proses hukum, mendapat tanggapan tegas dari Ketua Panitera.

“Silakan sampaikan langsung ke kantor PN Bojonegoro, saya tidak bisa menghentikan eksekusi,” tukas Slamet Suripta.

Kuasa Hukum: Eksekusi Dipaksakan dan Tidak Bijak

Kuasa hukum Rita, Afan Rahmad, menyesalkan tindakan eksekusi yang dilakukan PN Bojonegoro. Ia menilai pemberitahuan pelaksanaan eksekusi dilakukan terlalu mendadak, padahal pihaknya masih mengikuti proses sidang perlawanan eksekusi (partij verzet).

“Mengingat acara sidang hari ini untuk perlawanan eksekusi yang kami mohonkan masih pada agenda kesimpulan, belum final. Maka pemberitahuan eksekusi ini terlalu mepet, terlalu dipaksakan,”
kata Afan Rahmad.

“Selain itu, klien kami ini juga orang Pengadilan Negeri Bojonegoro. Jadi yang berhadapan saat ini Pengadilan dengan orang Pengadilan. Maka saya harap Ketua PN Bojonegoro harus bijak mengambil sikap,” tambahnya.

Afan menegaskan, sebelum ada keputusan inkracht, semestinya eksekusi tidak bisa dilakukan dan harus ditangguhkan. 

Ia menyebut sudah mengajukan permohonan penundaan eksekusi kepada Ketua PN Bojonegoro berdasarkan Pasal 195 ayat (6) HIR, yang memberi kewenangan diskresioner Ketua Pengadilan untuk menunda eksekusi jika masih ada perlawanan hukum.

“Setelah eksekusi ini, kami sendiri belum tahu klien kami akan tinggal di mana. Ini kami sesalkan, karena perkara ini antara panitera dengan panitera PN sendiri,”
imbuhnya.

PN Bojonegoro Tegaskan Eksekusi Sah dan Sudah Inkracht

Dikonfirmasi terpisah, Humas PN Bojonegoro, Hakim Hario Purwohantoro, menegaskan bahwa pelaksanaan eksekusi merupakan kewenangan penuh Ketua Pengadilan Negeri.

“Terkait Pasal 195 ayat (6) HIR itu mengatur Derden Verzet atau perlawanan pihak ketiga, sedangkan yang dilakukan tereksekusi adalah Partij Verzet atau perlawanan pihak sendiri diatur dalam Pasal 207 HIR. Terlebih dalam perkara ini sudah berkekuatan hukum tetap dan sudah ada pemenang lelang atas objek eksekusi,” tegas Hario melalui pesan WhatsApp.

Pemohon Eksekusi: Tidak Ingin Berakhir Seperti Ini

Sementara itu, pemohon eksekusi Bachroin mengaku sebenarnya tidak menginginkan kasus ini berakhir dengan pengosongan rumah.

“Saya sebetulnya tidak ingin seperti ini, tetapi terpaksa. Alhamdulillah sebagai tergugat saya juga menang sampai PK (Peninjauan Kembali) dan sudah inkracht,” ujarnya.

Awal Mula Kasus: Bisnis Tambang Pasir dan Sertifikat Tanah

Perkara ini bermula dari adanya kerja sama antara Rita Ariana dengan Sa'dullah. Keduanya sesama Panitera Pengganti di PN Bojonegoro. Kuasa Hukum Rita, Moch. Ichwan, menuturkan, menjelaskan peristiwa berawal, antara Rita mengajak rekannya, Sadullah, untuk berinvestasi dalam bisnis tambang pasir yang dia kelola.

Dalam bisnis itu, Sadullah memberikan modal kepada tergugat sebanyak Rp250 juta dengan pembagian keuntungan yang diperoleh penggugat sebanyak Rp5 juta perbulan.

Namun, berjalannya waktu bisnis tersebut tidak berjalan lancar, hingga tergugat tidak dapat memberikan keuntungan seperti biasa pada penggugat.

Merasa tidak ada keuntungan penggugat meminta kembali uang modal yang telah diberikan kepada tergugat Rita Ariana. Karena tergugat tidak memiliki uang maka dia memberikan sertifikat tanah seluas 595 meter persegi tanpa ada perjanjian tertulis namun atas dasar saling percaya.

Setelah berjalannya waktu, Rita Ariana belum bisa memberikan permintaan Sadullah, muncullah gugatan dari Sadullah pada tahun 2018 sampai 2019, yang dimenangkan oleh Sadullah.

Dalam putusan disebutkan bahwa Rita Ariana melakukan wanprestasi dan diperintahkan mengembalikan uang sebanyak Rp250 juta. Keputusan itu, kata Ichwan, dinamakan deklaratoir yaitu keputusan pengadilan yang hanya menyatakan atau menegaskan suatu keadaan atau status hukum tertentu, tanpa memerintahkan suatu pihak untuk melakukan tindakan tertentu.

"Dengan kata lain, pengadilan pada saat itu menyatakan bahwa putusan ini bersifat menerangkan dan tidak memerlukan eksekusi atau non eksekutorial," tegasnya.

“Setelah adanya keputusan itu, karena saudara Rita masih belum bisa mengembalikan uang saudara Sadullah, tanpa ada somasi atau pemberitahuan terlebih dahulu, Sadullah membawa permasalahan ini ke Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) serta dilakukan pelelangan dan dimenangkan oleh Bachroen,” lanjutnya.

Ichwan, begitu ia disapa, menyayangkan, karena seharusnya perkara ini tidak dapat diperkarakan. Apalagi sampai terjadinya lelang aset yang sudah berpindah nama tanpa sepengetahuan pemilik sertifijat tanah. 

Lagipula saat Rita memberikan sertifikat sebagai jaminan kepada Sadullah tidak ada perjanjian hitam di atas putih atau tercatat di notaris.

“Hal ini menurut kami sangat janggal, bagimana bisa tanpa tanda tangan pemilik sertifikasi bisa berahli nama, dan bisa dilelang dengan mudah. Dan seharusnya Pengadilan Negeri sebelum perkara ini adanya putusan, dari awal dievaluasi terlebih dahulu yang memiliki perkara pegawainya," tandas Ichwan.

Editor : Arika Hutama

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network